TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Usaha Pertambangan, Industri Strategis, dan Media Kementerian BUMN Fajar Harry Sampurno mengatakan kementerian meminta Komisi Pemberantasan Korupsi untuk terus memonitor BUMN. Hal itu merespons banyaknya direksi BUMN yang telah ditetapkan menjadi tersangka oleh KPK.
"Iya justru, kan sekarang dengan ibu menteri(Menteri BUMN Rini Soemarno) membawa mereka ke KPK dan lain-lain, itu juga diharapkan kan KPK juga ikut monitor biar lebih baik," kata Fajar di kantor Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Jakarta, 4 Oktober 2019.
Menurut dia, Kementerian BUMN juga melakukan pengawasan, seperti menggelar Rapat Umum Pemegang Saham, inspektorat, dan lainnya. "Tapi kan kalau oknum kan kita juga tidak bisa lakukan. GCG terus kita perbaiki, kita kerja sama dengan KPK untuk terus ikut mengawasi BUMN-BUMN," ujar Fajar.
Dengan begitu, Fajar berharap tidak ada lagi direksi BUMN yang terjerat kasus korupsi. "Mudah-mudahan ini yang terakhir dan kita harapkan juga dukungan semuanya," kata Fajar.
Dari sisi pencegahan, kata dia, dilakukan dengan tata cara business conduct yang terus dilakukan. Dia juga berharap komisaris BUMN bisa lebih baik lagi dalam hal pencegahan korupsi.
Sebelumnya KPK menetapkan Risyanto Suanda yang menjabat sebagai Direktur Utama Perum Perindo sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap kuota impor ikan 2019. "KPK meningkatkan status penanganan perkara ke penyidikan dengan dua orang sebagai tersangka yakni MMU dan RSU," ujar Wakil Ketua KPK Saut Situmorang di Gedung KPK, Jakarta Selatan pada Selasa, 24 September 2019.
Saut menjelaskan, Perum Perindo merupakan BUMN yang memiliki hak mengimpor ikan. Pengajuan kuota impor itu diajukan Perum Perindo kepada Kementerian Kelautan dan Perikanan. Adapun PT Navy Arsa Sejahtera (NAS) merupakan salah satu perusahaan importir ikan yang telah masuk daftar hitam sejak 2009.
HENDARTYO HANGGI | ANDITA RAHMA