TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Perencanaan dan Pembangunan Nasional atau Kepala Bappenas Bambang P.S. Brodjonegoro mengatakan bakal memanfaatkan big data untuk mendorong pembangunan perkotaan. Big data tersebut berguna untuk melihat sejauh mana mobilitas masyarakat satu kota dengan kota lainnya.
"Kami mau mendefinisikan data metropolitan. Itu kan intinya melihat seberapa jauh kota inti berhungan dengan kota yang ada di sekelilingnya. Nah, tanda mereka terkait adalah pada lalu-lintas orangnya," kata Bambang di Hotel Pullman, Jakarta Pusat, Kamis 3 Oktober 2019.
Sebelumnya, Bank Dunia meluncurkan laporan berjudul "Waktunya ACT: Mewujudkan Potensi Perkotaan Indonesia" di Hotel Pullman. Laporan tersebut berisi sejumlah rekomendasi yang bisa dimanfaatkan pemerintah Indonesia, khususnya dalam menyusun kebijakan perkotaan.
Dalam laporan itu misalnya, mengusulkan pembuat kebijakan untuk melakukan reformasi kelembagaan seperti reformasi pembiayaan perkotaan. Khususnya untuk pembiayaan infrastruktur dan layanan dasar serta meningkatkan koordinasi antar kota urban untuk saling melengkapi dalam pembangunan.
Menurut Bambang, penggunaan big data mobilitas tersebut bisa terlihat dari pola perpindahan nomor gawai. Dengan mengetahui pola perpindahan sekaligus pemetaan lokasi perpindahan, pemerintah bisa menyusun kebijakan pembangunan perkotaan sesuai karakter wilayah yang ada.
Bambang menjelaskan, penggunaan big data mobilitas tersebut diharapkan sudah mulai bisa digulirkan pada tahun depan. Bappenas, kata dia, akan bekerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri dalam melaksanakan kebijakan ini. Penggunaan big data tersebut juga sejalan dengan rencana pemerintah melakukan redefenisi konsep pembangunan perkotaan.
Untuk mendukung pembangunan perkotaan yang lebih terstruktur, ujar Bambang, pemerintah bertujuan mengurangi kebijakan teknis yang menghambat. Salah satunya adalah penggunaan dana APBD yang lebih fleksibel, khususnya dalam mendukung kebijakan tiga sektor utama seperti transportasi publik, air bersih dan pengelolaan sampah.
Mantan Wakil Menteri Keuangan ini mencontohkan, salah satu kasus tak fleksibelnya penggunaan APBD telah terjadi dalam pembangunan Mode Raya Terpadu (MRT) DKI Jakarta. Pembangunan MRT tak bisa keluar DKI Jakarta karena terbatas regulasi penggunaan dana APBD satu daerah tak bisa digunakan untuk daerah lainnya.
"Itu akan lucu kalau dikerjakan secara terpisah, karena nantinya tidak bisa nyambung. Padahal publik transpartion dipakai untuk melayani orang warga komuter setiap hari dari kota-kota di luar kota inti menuju kota inti," kata Kepala Bappenas.