Sehingga, GAPPRI pun telah resmi mengajukan surat penolakan dan masukan kepada tiga kementerian sekaligus, yaitu Kementerian Keuangan, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Perdagangan.
Di sisi lain, Henry menyesalkan sikap Kemenkes yang tidak pernah mengajak pengusaha rokok untuk duduk mendiskusikan revisi peraturan ini. “Kami gak pernah di ajak ngomong ketemu kami ini udah kayak ketemu orang berpenyakit menular,” kata dia.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendukung kenaikan komposisi peringatan bahaya rokok menjadi 90 persen dalam revisi peraturan ini. Sehingga, KPAI dan sejumlah Jaringan Kelompok Anti Tembakau tengah bekerja sama menyusun naskah akademik mengenai PP 109 Tahun 2012, sebagai masukan bagi pemerintah.
“Kami dukung upaya pemerintah untuk melakukan pengendalian produk tembakau,” kata Komisioner KPAI Jasra Putra.
Direktur Jenderal Industri Agro Kementerian Perindustrian Abdul Rochim membenarkan bahwa revisi ini akan mengarah pada pengaturan yang lebih ketat, dibandingkan PP 109 Tahun 2012. Kondisi ini, kata dia, akan berdampak terhadap Industri Hasil Tembakau (IHT) di tengah kenaikan tarif cukai dan Harga Jual Eceran (HJE) rokok pada tahun depan.
Untuk itu, kata dia, Kementerian Perindustrian meminta agar revisi peraturan ini dibahas terlebih dahulu dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas). “Sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 7 Tahun 2017,” kata dia. Inpres ini mengatur soal pengambilan, pengawasan, dan pengendalian pelaksanaan kebijakan di tingkat kementerian negara dan lembaga pemerintahan.