TEMPO.CO, Jakarta - Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat (LPEM) Universitas Indonesia Muhammad Halley Yudhistira mengatakan tol laut yang digagas Presiden Joko Widodo belum berdampak maksimal untuk memangkas kesenjangan harga di daerah. Padahal, pada mulanya misi dari program ini adalah mengurangi disparitas harga antara Indonesia bagian barat dan bagian timur.
"Manfaat ekonomis dari keberadaan program tol laut sebagian besar dinikmati oleh pengusaha," ujar Yudhistira di Hotel Pullman, Jakarta, Rabu, 2 Oktober 2019.
Berdasarkan penelitian dari LPEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis UI, ia mengatakan efektivitas program Tol Laut baru sebatas memangkas biaya pengiriman barang antar pulau, yaitu 30-50 persen lebih murah dibanding harga komersial.
Namun demikian, program Tol Laut tidak diikuti dengan efisiensi ongkos distribusi barang dari area pelabuhan ke daerah hinterland. "Bisa jadi harga hanya turun di pelabuhan tapi tidak di luar itu," tutur Yudhistira.
Di samping itu, di beberapa daerah, ia melihat pasar masih dikuasai oleh segelintir distributor. Sehingga, persaingan usaha menjadi kurang kompetitif dan harga sulit untuk diturunkan.
Saat ini, kata Yudhistira, tol laut memang masih dalam tahap menghubungkan antara pelabuhan ke pelabuhan. Namun, sistem ini dinilai tidak bisa menjangkau lebih banyak wilayah bila tidak didukung oleh infrastruktur darat seperti jalan dan jalur kereta.
Di samping itu, Yudhistira menilai saat ini jalur yang ada pun masih kurang atraktif lantaran terlalu panjang. Sehingga, para pengguna kerap harus menunggu. Imbasnya perpindahan barang pun menjadi tidak maksimal. "Jadi perlu ada evaluasi atas jalur yang terlalu panjang," ujar dia. "Serta perlu ada kolaborasi dengan pelayaran rakyat."