TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pengawas Persaingan Usaha atau KPPU hari ini menggelar sidang lanjutan terhadap Grab Indonesia atau PT Solusi Transportasi Indonesia atau Grab Indonesia. Sidang diikuti oleh majelis hakim yang terdiri dari Harry Agustanto yang didampingi oleh Guntur Saragih dan Hafif Hasbullah.
Hakim memberi kesempatan selama sepekan bagi terlapor untuk menyampaikan tanggapannya. Dengan demikian, sidang berikutnya akan digelar pada 8 Oktober 2019.
“Pemeriksaan pendahuluan dibatasi hanya sampai 30 hari jadi kami hanya mengizinkan hingga 8 Oktober,” ujar Harry Agustanto.
Grab diseret ke meja hijau bersama PT PT Teknologi Pengangkutan Indonesia atau PT TPI, atas dugaan monopoli order taksi online. KPPU telah lama membidik Grab dan PT TPI lantaran keduanya diduga telah melakukan pelanggaran persaingan usaha dengan memprioritaskan mitra pengemudi yang tergabung dalam PT TPI untuk mendapatkan penumpang dibandingkan dengan mitra lainnya.
Investigator KPPU Dewi Sita dalam agenda pembacaan laporan sebelumnya menyebut PT TPI bekerja sama dengan pengemudi (driver) yang merupakan pihak independen untuk mengoperasikan kendaraan roda empat yang disewa dari PT TPI.
Investigator menemukan adanya keterkaitan antar pasar produk PT TPI dengan Grab. Disebutkan bahwa Grab sebagai penyedia aplikasi telah memberikan perlakuan eksklusif terhadap mitra pengemudi di bawah naungan PT TPI yang menyewa mobil dari PT TPI.
Dugaan itu diperkuat dengan lantaran kedua perusahaan tersebut diduga terafiliasi, mengingat adanya jabatan rangkap antar direktur dan komisaris di kedua perusahaan tersebut.
“Ada rangkap jabatan, walaupun di pasar persangkutan yang berbeda,” ujar Kabiro Humas dan Kerjasama KPPU Deswin Nur, Kamis, 26 Juli 2019.
Grab sebagai perusahaan penyedia aplikasi dengan PT TPI merupakan perusahaan angkutan sewa yang saling terkait walaupun pasar produknya berbeda. Untuk menyediakan layanan transportasi daring (online), para mitra pengemudi harus tergabung dalam suatu koperasi atau badan usaha.
Perlakuan Grab terhadap badan usaha TPI dan badan usaha non-TPI diduga diskriminatif, sehingga berakibat merugikan mitra pengemudi yang tak berada di bawah badan usaha non-TPI.
“Dalam kasus ini, katanya, PT TPI memberikan program khusus, fasilitas khusus, pembiayaan sampai pada algoritma untuk prioritas pesanan, sehingga driver di bawah TPI lebih mudah mendapatkan jasa daripada non-TPI,” katanya.
Menurutnya, dikarenakan adanya pemenuhan target pembiayaan terkait komitmen dengan perusahaannya, mitra pengemudi yang bernaung di bawah PT TPI akhirnya diberi perlakuan khusus. Salah satu target yang dikejar mitra pengemudi PT TPI adalah terkait program kepemilikan mobil yang disewakan.
“PT TPI diduga mempunyai banyak fasilitas dengan mitra pengemudinya untuk menciptakan algoritma yang menguntungkan PT TPI. Karena TPI terafiliasi dengan Grab sehingga hal itu bisa saja dilakukan, itu yang coba teman-teman investigator buktikan di kasus ini,” katanya.
Di persidangan, investigator juga mengungkap fakta adanya kenaikan angka mitra terlapor II (PT TPI) di sejumlah wilayah. Terungkap fakta bahwa terjadi peningkatan yang signifikan antara 2017 dan 2018.
Di Jabodetabek, misalnya, jumlah mitra pengemudi pada 2017 tercatat kurang dari 16.000 tapi kemudian naik mendekati 24.000 mitra pada 2018. Lalu di Makassar, jumlah mitra pengemudi TPI semula kurang dari 13.333 orang pada 2017, lalu mendekati angka 40.000 di tahun 2018.
Sementara itu, lonjakan tertinggi terjadi di Surabaya, dari hanya sekitar 3.000 mitra pada 2017 menjadi hampir 50.000 pengemudi pada 2018.
Namun kecurigaan adanya monopoli itu dibantah oleh kuasa hukum Grab, Frank Hutapea. Tidak ada hal baru yang berkaitan dengan penyelidikan perkara itu dalam laporan investigator tersebut.
“Selama pemeriksaan terhadap klien kami setahun terakhir, hal-hal itu sudah ditanyakan dan sudah pula dijelaskan bahwa tidak ada pelanggaran sebagaimana yang ditudingkan,” ujarnya.
Dia melanjutkan, dari sisi jumlah, pengemudi yang bernaung di bawah PT TPI jauh lebih sedikit dibandingkan pengemudi mitra lainnya. Dalam pembagian komisi pun, pengemudi di bawah PT TPI mendapatkan jumlah yang lebih kecil dibandingkan pengemudi mitra lainnya.
“Tuduhan KPPU sudah dijelaskan selama pemeriksaan, tapi kenapa tetap dilanjutkan ke persidangan. Kami akan jawab semua itu dalam agenda sidang selanjutnya,” kata dia.