Selain itu, ia menuturkan koordinasi yang dilakukan kementerian/lembaga dalam perancangan paket kebijakan masih kurang baik. Akibatnya, ada poin-poin dalam paket kebijakan yang luput dari perhatian instansi negara.
“Perbaikan koordinasi akan mendorong pembahasan paket kebijakan yang lebih jelas dan mencakup seluruh permasalahan ekonomi Indonesia sehingga ke depannya, dapat mendorong pertumbuhan (ekonomi)," kata Yusuf.
Sebelumnya, pemerintah juga telah memulai proses evaluasi Paket Kebijakan Ekonomi XVI yang difokuskan untuk revisi Daftar Negatif Investasi (DNI).
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono Moegiarso mengatakan, evaluasi terkait tiga paket kebijakan ekonomi tersebut telah dilakukan. Paket perluasan tax holiday telah rampung dikaji dengan dikeluarkannya aturan turunan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 150 tahun 2018 yakni Peraturan Pemerintah Nomor 45 tahun 2019.
Sementara itu, insentif perpajakan bagi devisa hasil ekspor (DHE) industri berbasis sumber daya alam juga telah dikeluarkan pada Juli lalu. Hasil dari evaluasi tersebut adalah PMK Nomor 98/PMK.04/2019 yang ditandatangani 1 Juli 2019.
Adapun dari paket Daftar Negatif Investasi (DNI), Susiwijono mengatakan pemerintah tengah melakukan peninjauan ulang atas bidang-bidang usaha yang termasuk. Pada kebijakan awal, pemerintah mencadangkan 54 klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) kepada UMKM dari yang sebelumnya hanya kepada UKM. Kemudian, ada beberapa KBLI yang dibuka kepada investor asing hingga 100 persen.
“Terkait DNI, masih kami review lagi bidang-bidang mana yang nantinya dapat dimaksimalkan Indonesia,” ujarnya saat dihubungi.