TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Perhubungan memberi tenggat waktu lima hari kepada perusahaan Sriwijaya Air untuk memperbaiki kinerja operasional pesawatnya. Armada perusahaan milik keluarga Lie ini sebelumnya disebut tak laik terbang karena hasil penilaian dari identifikasi dan pengendalian risiko atau HIRA menunjukkan ambang merah atau terjadi gangguan.
Direktur Kelaikudaraan dan Pengoperasian Pesawat Udara Kementerian Perhubungan Avirianto mengatakan, tenggat tersebut terhitung mulai 27 September hingga 2 Oktober 2019. “Pokoknya nanti setelah 2 Oktober kita rapat, (kinerja) Sriwijaya berubah apa tidak,” ujar Avirianto saat dihubungi wartawan pada Senin, 30 September 2019.
Avi mengatakan, setelah lima hari masa toleransi, pemegang saham akan memutuskan nasib operasional pesawat Sriwijaya. Bila hasil evaluasi tidak menunjukkan adanya perbaikan kinerja, maka pemilik perusahaan dipersilakan untuk menghentikan operasional maskapainya.
Menurut Avi, Kemenhub bisa saja meminta atau memaksa perusahaan menyetop operasi sementara. Namun, ia menyebut akan lebih baik jika perusahaan sendiri yang mengambil keputusan lantaran perusahaan ini milik pribadi atau swasta.
“Karena kalau internal yang mengambil keputusan akan lebih baik daripada pemerintah yang ambil keputusan. Seperti punya mobil kalau STNK-nya habis, lebih baik berhentikan sendiri daripada diberhentikan polisi,” tutur Avi.
Pada 25 September lalu, Kementerian Perhubungan menerima dokumen Hira dari Sriwijaya Air benomor SJ-F-DV-14-02. Dokumen itu menampilkan enam poin dengan indeks risiko berada di rentang 4A hingga 5A. Indeks itu menampilkan adanya gangguan yang berpotensi membahayakan penerbangan.
Gangguan itu antara lain faktor finansial yang menyatakan adanya pemasukan yang tipis. Komponen lain menunjukkan adanya hilangnya kepercayaan dari partner strategis dan dualisme kepemimpinan.