TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Quality, Safety,dan Security Sriwijaya Air Toto Subandoro mengaku telah meminta Direktur Utama Sriwijaya Air memberhentikan sementara seluruh operasional pesawat menyusul insiden kisruh atau dispute dengan Garuda Indonesia. Toto mengatakan seluruh poin penilaian dari identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira menunjukkan ambang merah atau terjadi gangguan.
“Setelah diksusi dengan Diektur Teknik dan Direktur Operasi sebagai pelaksana safety, kami merekomendasikan Sriwijaya Air stop sementara beberapa hari ke depan untuk memprioritaskan keamanan,” ujar Toto di Sabang, Jakarta Pusat, Senin, 30 September 2019.
Toto mengatakan ia telah mengajukan surat rekomendasi pemberhentian operasional tersebut ke Pelaksana Tugas Direktur Utama Sriwijaya Air, Jefferson I. Jauwena pada Ahad, 29 September 2019. Surat bernomor 096/DV/INT/SJY/IX/2019 itu menyebut ketersediaan toolsm equipment, minimum spare, dan jumlah teknisi berkualifikasi di Sriwijaya Air yang dilaporkan kepada Kementerian Perhubungan beberapa hari lalu tidak sesuai dengan kondisi sebenarnya.
Saat ini, suku cadang Sriwijaya Air seperti oli minim. Kondisi ban pesawat juga tidak lagi prima dan stok untuk beberapa peralatan operasional pesawat lain terbatas. Adapun setelah kisruh dengan Garuda Indonesia, Sriwijaya belum menjalin kerja sama dengan entitas perbaikan dan pemeliharaan pesawat menggantikan Garuda Manufacture Facility alias GMF dan Gapura Angkasa.
Kondisi ini menunjukkan posisi perusahaan berada pada risk index alias berada dalam zona merah berdasarkan proses identifikasi dan pengendalian risiko atau Hira. Dengan begitu, Sriwijaya perlu mengadakan perbaikan menyeluruh.
Direktur Teknik Sriwjaya Air Ramdani Ardali Adang menjelaskan Sriwijaya Air bukan hanya krisis suku cadang. Namun, jumlah teknisi yang ada saat ini sangat minim. “Jumlah orang yang qualified terbatas. Sisanya mekanik, teknisi yang kualitas enggak bagus,” ucapnya.
Ramdani mengatakan enam unit pesawat Sriwijaya yang terparkir di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, Jakarta, saat ini hanya dirawat tiga petugas berkualifikasi. Ke depan, kondisi ini berpotensi menimbulkan berbagai persoalan teknis.
Alasan lainnya ialah adanya keterbatasan Direktorat Teknik untuk meneruskan dan mempertahankan kelaikudaraan. Kemudian, belum ada laporan keuangan dari perusahaan Sriwijaya. Catatan temuan ramp check yang dilakukan inspektur DGCA pun menjadi catatan bagi Sriwijaya Air.
Berdasarkan catatan data fleet penerbangan yang diterima Tempo, Sriwijaya Air saat ini hanya mengoperasikan 11 pesawat dari total 30 pesawat yang ada. Satu dari 11 pesawat mengalami eror dan tengah berada di Batam.