TEMPO.CO, Jakarta - Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR sepakat menunda pengesahan Rancangan Undang-Undang Perkoperasian yang telah diusulkan pemerintah. Keputusan tersebut diambil dalam rapat paripurna terakhir DPR periode 2014-2019 yang digelar hari ini, Senin, 30 September 2019.
“Meski telah ada proses pembahasan yang panjang, tapi semua fraksi memahami dan setuju agar RUU ini ditunda, untuk di carry over ke DPR periode yang akan datang,” kata Ketua DPR Bambang Soesatyo di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta.
Bambang lalu meminta persetujuan kepada anggota DPR yang hadir. Para anggota rapat pun kompak menjawab setuju. Sehingga, Bambang langsung mengetok palu tanda keputusan sudah diambil.
Selain RUU Perkoperasian, DPR sepakat menunda pengesahan RUU Kitab Hukum Undang-Undang Pidana (KUHP), RUU Pertanahan, RUU Mineral dan Batu Bara atau Minerba, dan RUU Pengawasan Obat dan Makanan. Penundaan pengesahan sejumlah RUU ini diputuskan setelah perwakilan fraksi bertemu sebelum paripurna digelar.
Dengan ditundanya pengesahan RUU Perkoperasian ini, maka pengaturan koperasi akan kembali mengacu pada UU Nomor 25 Tahun 1992 tentang Perkoperasian yang disahkan sejak zaman Orde Baru. Sebab, UU Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perkoperasian telah dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi.
Di sisi lain, penundaan pengesahan ini tetap dilakukan meski anggota Komisi Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) DPR yang membahasnya dan pemerintah mendukung RUU ini. Sesaat setelah rapat paripurna ini dibuka pada pukul 11.20 WIB, anggota Komisi Koperasi Slamet meminta agar RUU disahkan.
“RUU ini adalah usulan pemerintah, untuk mengisi kekosongan dari UU Nomor 12 Tahun 2002 tentang Perkoperasian yang sudah dibatalkan MK,” kata Slamet. Bagaimanapun, kata Slamet, RUU ini sudah mengacu pada TAP MPR yang menyebutkan koperasi menjadi sokoguru dari ekonomi Indonesia. Selain itu, kata dia, pembahasan RUU ini di tingkat I juga telah rampung.
Selain Slamet, Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM Rully Setiawan sebelumnya juga mengatakan RUU ini akan menjadi landasan dalam melahirkan kebijakan pro koperasi ke depannya. “Bagi koperasi sendiri, kehadiran UU Perkoperasian merupakan payung hukum sehingga memiliki kepastian hukum dalam menjalankan usaha koperasinya,” kata Rully, Jumat, 6 September 2019.
FAJAR PEBRIANTO