TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi menjelaskan neberapa modus jasa titip yang biasa dilakukan jastiper di bandara. Mereka mencoba mengelabui petugas kepabeanan, untuk menghindari kewajiban membayar pajak.
Menurut Heru, cara seperti itu merugikan negara dan para pengusaha dalam yang telah membayar pajak. "Kami berharap semua mematuhi aturan yang ada, itu ah yang memberikan jaminan di dunia usah yang adil dan bersaing dengan baik," kata dia saat menggelar konferensi pers di Kantor Pusat Bea Cukai, Jakarta Timur, 27 September 2019.
Heru merinci, modus yang pertama adalah dengan menunjuk satu atau beberapa orang untuk pergi ke luar negeri membeli barang yang diinginkan. Ia menjelaskan, dalam proses ini seakan-akan barang yang dibawa adalah milik pribadi, tapi kenyataannya adalah pesanan.
Hal ini dilakukan guna mengakali batas nilai pembebasan sebesar US$ 500 per penumpang yang telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan nomor 203/PMK.04/2017. Dalam kasus ini Heru mengatakan, Bea Cukai menemukan rombongan yang berjumlah 14 orang dengan sengaja berbelanja banyak barang mewah dan mereka membaginya ke dalam koper-koper bawaannya, untuk menghindari PPN, PPh 22 Impor, Bea Masuk, PPnBM.
"Dalam rombongan tersebut terdapat 14 orang. Masing-masing orang setidaknya membawa tiga hingga empat jenis barang yang terdiri dari tas, sepatu. iPhone 11, kosmetik, pakaian, dan perhiasan. Mereka juga telah dibelikan tiket pesawat untuk pupang pergi,” ungkap Heru.
Kemudian dengan metode splitting melalui pengiriman barang, Heru menuturkan, modus ini dilakukan guna menghindari ambang batas untuk nilai barang maksimal US$75. Sesuai PMK-112/PMK.04/2018 tentang Ketentuan Impor Barang Kiriman, produk seperti ini hanya boleh melakukan satu kali pembelian per hari.
Masih ada juga modus jastiper yang memanfaatkan de minimis value barang kiriman dengan cara memecah barang ke dalam beberapa pengiriman. Modus ini biasanya bawah de minimis value dalam hari yang sama, yang jumlahnya sangat ekstrim," ungkap Heru.
Sejak aturan tersebut berlaku mulai Oktober 2018, Heru menjabarkan, sudah terdapat 72.592 consignment notes (CN) yang berhasil dijaring pada tahun 2018 dengan nilai mencapai Rp4 miliar dan ada peningkatan hingga bulan ini sampai sebanyak 140.863 CN dengan nilai penerimaan mencapai Rp28,05 miliar.
"Sebagian besar barang yang terjaring antara lain barang dari kulit, arloji, sepatu, aksesoris pakaian, part elektronik, dan telepon genggam," katanya.
Heru mengungkapkan, pencapaian Bea Cukai dalam mengungkap modus-modus curangn jastiper ini berkat program anti “splitting” . Sistem komputer pelayanan akan mengenali secara otomatis nama-nama penerima barang yang mencoba memanfaatkan celah pembebasan bea masuk dan pajak impor.
EKO WAHYUDI