TEMPO.CO, Jakarta - Posisi Investasi Internasional (PII) Indonesia mencatat peningkatan kewajiban neto, didorong terutama oleh peningkatan posisi Kewajiban Finansial Luar Negeri (KFLN). Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI, Onny Widjanarko mengatakan PII Indonesia pada akhir triwulan II 2019 mencatat kewajiban neto sebesar US$ 330,3 miliar atau 31,0 persen terhadap PDB. Angka itu sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan posisi kewajiban neto pada akhir triwulan sebelumnya sebesar US$ 329,2 miliar atau 31,3 persen terhadap PDB.
"Peningkatan kewajiban neto PII Indonesia tersebut sejalan dengan peningkatan posisi KFLN yang sedikit lebih besar dibandingkan dengan peningkatan posisi Aset Finansial Luar Negeri (AFLN)," kata Onny dalam keterangan tertulis, Jumat, 27 September 2019.
Menurut dia, posisi KFLN Indonesia meningkat terutama didorong besarnya aliran masuk modal asing dalam bentuk investasi portofolio. Hal tersebut, kata Onny, didukung prospek perekonomian domestik yang baik dan imbal hasil investasi aset keuangan domestik yang tetap menarik.
Onny mengatakan posisi KFLN naik 0,4 persen (qtq) atau sebesar US$ 2,9 miliar menjadi US$ 691,2 miliar pada akhir triwulan II 2019. "Peningkatan posisi KFLN juga dipengaruhi oleh faktor pelemahan dolar AS terhadap rupiah yang berdampak pada peningkatan nilai instrumen investasi berdenominasi rupiah," ujarnya.
Meskipun demikian, menurutnya, peningkatan posisi KFLN lebih lanjut tertahan oleh faktor revaluasi negatif instrumen finansial domestik sejalan dengan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan atau IHSG selama triwulan laporan.
Posisi AFLN Indonesia juga meningkat terutama didorong transaksi perolehan AFLN dalam bentuk aset investasi langsung dan investasi lainnya. Pada akhir triwulan II 2019, posisi AFLN tumbuh 0,5 persen (qtq) atau sebesar US$ 1,9 miliar menjadi US$ 361,0 miliar.
Posisi AFLN yang meningkat, kata Onny, juga dipengaruhi kenaikan harga obligasi dan rerata indeks saham negara-negara penempatan AFLN, serta faktor pelemahan dolar AS terhadap beberapa mata uang utama penempatan investasi.
"Bank Indonesia memandang perkembangan PII Indonesia pada triwulan II 2019 masih tetap sehat," ujar Onny.
Hal itu, kata dia, tercermin dari struktur kewajiban neto PII Indonesia yang masih didominasi instrumen berjangka panjang. "Meski demikian, Bank Indonesia akan tetap mewaspadai risiko kewajiban neto PII terhadap perekonomian Indonesia," kata dia.
Ke depan, menurut dia, kinerja PII Indonesia diperkirakan semakin baik sejalan dengan stabilitas ekonomi yang terjaga. Hal itu didukung oleh penguatan koordinasi antara Bank Indonesia dengan pemerintah dan otoritas terkait untuk mendorong momentum pertumbuhan ekonomi melalui peningkatan permintaan domestik, ekspor, pariwisata, dan aliran masuk modal asing termasuk Penanaman Modal Asing atau PMA.
HENDARTYO HANGGI