TEMPO.CO, Jakarta – Pengamat penerbangan dari Indonesia Aviation Center, Arista Atmadjati, meminta maskapai penerbangan Sriwijaya Air tetap berfokus pada layanan penumpang meski tengah didera isu dispute kerja sama dengan Garuda Indonesia. Ia mengatakan maskapai mesti menjaga kepercayaan pelanggan.
“Layanan ke customer mesti dinomer-satukan, walau ada persoalan internal. Tingkat kepercayaan pelanggan harus dijaga,” ujar Arista saat dihubungi pada Jumat, 27 September 2019.
Perusahaan maskapai Sriwijaya Air tengah menghadapi polemik. Kerja samanya dengan Garuda Indonesia Group mengalami dispute saat Sriwijaya merombak jajaran direksi. Beberapa waktu lalu, tiga perwakilan dari Garuda Indonesia yang ditempatkan di Sriwijaya Air didepak. Ketiganya adalah Direktur Utama Joseph Andriaan Saul, Direktur Sumber Daya Manusia, dan Direktur Komersial Joseph K. Tendean.
Setelah insiden perombakan direksi, Garuda Indonesia memutuskan untuk mencabut semua logonya yang semula terpasang pada armada Sriwijaya Air. Keputusan ini diambil menyusul dispute kerja sama manajemen kedua grup maskapai itu. Garuda Indonesia mengklaim pencabutan logo Garuda dilakukan untuk menjaga brand maskapai pelat merah itu.
Setelah didera isu dispute, Sriwijaya diberondong isu lainnya. Ketua Umun Asosiasi Serikat Pekerja Sriwijaya Air atau Aspersi Pritanto Ade Saputro mengatakan terjadi penurunan operasional pesawat dengan angka yang tajam setelah entitasnya didera masalah.
“Peristiwa ini tentu berdampak bagi operasional maskapai. Kami punya total 36 maskapai. Biasanya ada 27 maskapai beroperasi, kini tinggal 12,” ujar Pritanto saat dihubungi Tempo pada Kamis, 25 September 2019.
Dengan begitu, ada 15 pesawat yang tidak beroperasi. Penurunan jumlah operasional maskapai dilakukan setelah Sriwijaya mengganti jajaran direksinya. Namun, Pritanto mengatakan manajemen tidak ujug-ujug menonaktifkan 15 maskapai sekaligus.
Di tengah kisruh kondisi perusahaan ini, Arista meminta Sriwijaya menyiapkan mitigasi risiko. Mitigasi itu berupa biaya transfer untuk pengembalian uang tiket dan kompensasi lainnya bila sewaktu-waktu maskapai itu mengalami kondisi yang memburuk. “Sriwijaya harus punya mitigasi plan untuk merespons hal-hal tidak baik yang muncul,” ucapnya.