Tempo.Co, Jakarta - Anggota Badan Pemeriksa Keuangan atau BPK terpilih periode 2019-2024, Pius Lustrilanang mengatakan personel lembaganya tidak bakal terjerat kasus korupsi kalau bekerja sesuai koridor. "Kalau semua bekerja sesuai koridor kan semua itu bisa dihindari. Enggak usah aneh-aneh lah," ujar Pius di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 26 September 2019.
Komentar Pius itu berkaitan dengan Komisi Pemberantasan Korupsi yang kemarin menetapkan Angota BPK Rizal Djalil menjadi tersangka kasus suap terkait proyek Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM). Penetapan tersangka ini merupakan pengembangan dari kasus suap SPAM di Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Pius memastikan lembaganya tetap bekerja secara profesional dan tidak memihak. Kendati, empat dari lima anggota BPK terpilih merupakan bekas anggota partai politik.
Menurut dia, tugas BPK sebagai pengawas cenderung mirip dengan Dewan Perwakilan Rakyat yang juga memegang fungsi pengawasan. Sehingga, bisa dikatakan bahwa BPK merupakan kepanjangan tangan DPR dalam melakukan fungsi pengawasan.
"Jadi saya pikir tidak ada masalah kalau alumni DPR menjadi pimpinan BPK," ujar Pius di Kompleks Parlemen, Jakarta, Kamis, 26 September 2019. Ia memastikan bersama rekan-rekannya yang terpilih tidak membawa bendera partainya masing-masing saat menakhodai BPK.
Apalagi, ada syarat bahwa anggota BPK harus berhenti menjadi anggota parati politik. Sehingga, sejak menjadi anggota BPK harus menjadi negarawan dan tidak menjadi politikus. "Saya saat ini sudah mundur (dari partai politik)."
Sebelumnya, Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan lembaganya menemukan dugaan aliran dana Sin$ 100 ribu ke salah satu anggota BPK. Saut menerangkan kasus bermula ketika BPK melakukan pemeriksaan pada Direktorat SPAM Kementerian PUPR pada Oktober 2016. Pemeriksaan dilakukan, atas surat yang ditandatangani oleh Rizal.
Dalam surat itu, Rizal memerintahkan agar dilakukan pemeriksaan atas pengelolaan infrastruktur air minum dan sanitasi limbah di Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian PUPR dan kementerian terkait tahun 2014-2016 di wilayah, DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jambi.
Saut mengatakan awalnya BPK menemukan laporan keuangan tidak wajar sebesar Rp18 miliar, namun belakangan jumlah itu berkurang menjadi Rp4,2 miliar. Sebelum perubahan itu, diduga ada permintaan uang dari BPK sejumlah Rp2,3 miliar.
Berikutnya, Saut berujar perwakilan Rizal juga mendatangi Direktur SPAM PUPR. Perwakilan itu, kata Saut, menyampaikan keinginan Rizal untuk ikut dalam proyek Jaringan Distribusi Utama Hongaria dengan pegu anggaran sebesar Rp79,27 miliar. Proyek itu pada akhirnya diberikan kepada perusahaan kenalan Rizal, yakni PT Minarta Dutahutama.
Komisaris Utama PT MD, Leonardo Jusminarta Prasetyo lantas diduga memberikan duit Sin$100 ribu kepada Rizal, melalui pihak keluarga. "Sebagai bentuk pemenuhan hak tersangka, KPK telah mengirimkan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan pada 20 September 2019," kata Saut.
Anggota BPK Rizal Djalil membantah mengenal semua tersangka yang terlibat dalam kasus SPAM ini.
CAESAR AKBAR | ROSSENO AJI