TEMPO.CO, Jakarta - Hingga 17 September 2019, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyalurkan dana KPR Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP), Rp5,57 triliun bagi 57.949 unit rumah.
“Realisasinya sekitar 78,5 persen dari dana FLPP tahun 2019 sebesar Rp 7,1 trilun untuk 68 ribu unit rumah,” ujar Burhanuddin Direktur Jenderal (Dirjen) Bina Konstruksi PUPR Syarif dalam keterangan resmi, Rabu 25 September 2019.
Syarif mengingatkan pengembang dan perbankan, serta stakeholder lainnya untuk memperhatikan kualitas rumah subsidi.
Kementerian PUPR, kata dia, melakukan pemantauan kualitas rumah subsidi sesuai dengan standar maupun pendataan pengembang rumah subsidi.
Syarif mengatakan Menteri PUPR Basuki Hadimuljono meminta asosiasi pengembang perumahan untuk mendorong anggotanya melakukan pendaftaran dan pemutakhiran data di Sistem Registrasi Pengembang (Sireng).
“Hingga saat ini, sebanyak 12.802 pengembang telah terdaftar di Sireng Kementerian PUPR yang terbagi ke dalam 18 asosiasi pengembang. Kami harapkan asosiasi pengembang berperan aktif mendorong anggotanya memproduksi dan menjual rumah MBR dengan kualitas layak huni dan terjangkau,” ucapnya.
Selain meningkatkan pengawasan kualitas rumah subsidi, kata dia, pemerintah mengatasi kepatuhan penghunian rumah subsidi yang telah dibeli oleh masyarakat.
Pengawasan ini untuk memastikan penyaluran FLPP tepat sasaran yakni bagi masyarakat berpenghasilan rendah yang membutuhkan tempat tinggal, bukan untuk investasi.
Untuk bisa memiliki rumah dengan KPR FLPP, sejumlah syarat harus dipenuhi. Antara lain besar penghasilan maksimal Rp4juta untuk rumah tapak dan Rp7juta untuk rumah susun.
Syarat lainnya adalah belum memiliki rumah dan belum pernah menerima subsidi pemerintah untuk pemilikan rumah. Manfaat KPR FLPP yakni menikmati uang muka terjangkau, bunga tetap 5 persen selama masa kredit maksimal 20 tahun, bebas PPn dan bebas premi asuransi.