TEMPO.CO, Jakarta - Staf Khusus Presiden Jokowi Bidang Ekonomi Ahmad Erani Yustika berbicara soal revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) dan Undang-Undang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (UU KUHP). Menurut Erani, proses revisi UU KPK dan RKUHP tersebut bukan hanya ditujukan untuk kemudahan dan peningkatan investasi.
“Saya kira enggak cuma itu, negara itu bukan cuma investasi saja, tapi bagaimana sebuah urusan-urusan yang sangat spesifik bisa dijalankan dengan sebaik-baiknya pada semua isu,” kata Erani saat ditemui usai menghadiri diskusi di Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Saat ini, kata Erani, proses UU lain juga berlangsung seperti Rancangan UU Koperasi, Rancangan UU Sumber Daya Budidaya Pertanian, hingga Revisi UU Pertanian. Menurut dia, semua UU ini dibahas dalam konteks mencari formula yang ideal setelah berjalan setelah sekian lama. “Itu proses yang harus dijalani, semua pendapat dibuka, gagasan dipertukarkan,” kata dia.
Beberapa hari terakhir, revisi UU KPK dan RKUHP tersebut telah menyulut aksi protes mahasiswa di berbagai daerah. Meski ada tekanan massa, Istana bersikukuh dengan salah satu revisi yaitu UU KPK.
“Maksudnya Undang-Undang KPK yang baru memberikan beberapa landasan bagi kepastian hukum, termasuk bagi investor,” kata Kepala Kantor Staf Presiden, Moeldoko dalam siaran persnya, Senin, 23 September 2019.
Berbeda dengan revisi UU KPK yang jalan terus, Presiden Joko Widodo atau Jokowi meminta DPR menunda pengesahan RKUHP. Sebelum permintaan ini diumumkan, penolakan sempat muncul dari kalangan usaha, salah satunya Ketua Badan Promosi Pariwisata Daerah atau BPPD Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati atau Cok Ace. “Beberapa pasal yang dinilai dapat berdampak negatif kepada pariwisata Bali khususnya," kata dia di Denpasar, Sabtu, 21 September 2019.
Ekonom Unika Atmajaya Jakarta Agustinus Prasetyantoko melihat RKUHP berpotensi mengganggu investasi. Untuk itu, ia sepakat dengan keputusan Jokowi untuk meminta DPR menunda pengesahan revisi UU KUHP tersebut. Menurut dia, beberapa pasal dalam revisi ini memang harus disempurnakan. “Sebelum diketok palu,” kata dia.
Agustinus menyadari ada penolakan dari kalangan usaha pada revisi UU KUHP, termasuk penolakan yang terjadi di Bali. Untuk itu, ia mengingatkan pemerintahan Jokowi dan DPR agar tidak menerbitkan aturan hukum yang justru mengganggu kepastian usaha. Sebab, Indonesia saat ini membutuhkan sekali investasi, di tengah kinerja ekspor yang turun sebagai dampak Perang Dagang Amerika Serikat dan Cina.
FAJAR PEBRIANTO