TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau biasa disapa Buwas menjelaskan penyebab dari beban bunga bank yang harus ditanggung perusahaan pangan pelat merah hingga mencapai Rp 250 miliar per bulan. Bunga itu dikenakan karena realisasi serapan berasnya sulit untuk tercapai sampai akhir tahun.
Semula target penyaluran beras Bulog mencapai 700 ribu ton pada paruh kedua tahun 2019 ini. Namun, ia memperkirakan hingga akhir tahun ini hanya mencapai 150 ribu ton.
Stok beras yang masih tersimpan di gudang Bulog itu yang kemudian mengerek bunga terus bertambah. "Karena tadi dengan 700 ribu ton ternyata hanya mendapatkan riilnya 150. Berarti yang tidak terealisasi adalah 550 ribu ton. Artinya bunga jalan terus," ujar Buwas di kantor Pusat Bulog, Jakarta, Senin, 23 September 2019.
Lebih jauh Buwas mengungkapkan, penyebab dari tidak terserapnya cadangan beras Bulog ke pasar adalah banyaknya mafia beras yang berusaha menghalangi tujuan dari perusahaan BUMN tersebut. Banyak pihak yang berusaha menjatuhkan nama Bulog dengan memberikan citra beras yang buruk karena berbau dan terdapat kutu di dalam kemasan yang sama persis dikeluarkan oleh perusahaan pangan pemerintah tersebut.
"Mereka dengan mudah, mengemas beras medium dengan bungkus premium dengan takaran yang tidak sesuai, lalu mengatas namakan Bulog," ucap Buwas. Dengan praktik-praktik tersebut, negara dirugikan karena banyak beras Bulog yang tidak terserap akibat berbagai isu yang tidak bertanggung jawab.
Sebelumnya mantan Kepala Badan Reserse Kriminal Mabes Polisi ini menceritakan kesulitan yang dialami perusahaan pelat merah itu kepada Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR. Buwas menyebutkan, Bulog harus menyiapkan anggaran Rp 14 miliar sampai Rp 16 miliar setiap hari yang berasal dari bunga dan operasional. "Setiap bulan kami harus membayar bunga Rp 240 miliar sampai Rp 250 miliar," katanya awal September lalu.
Buwas mengatakan, jika terjadi seperti ini terus, Bulog akan mengalami kolaps dan tidak bisa menjalankan penyediaan pangan. "Maka Bulog akan kolaps dan akan hilang, karena memang kami rugi besar. Kami juga mau dukungannya (DPR). Komisi IV selama ini mendukung kami sehingga kami bisa eksis."