Saat ditanya apakah keberadaan prajurit aktif ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2004 tentang TNI, Ego menjawab Kementerian ESDM dan TNI sebelumnya telah menyepakati MoU bersama. MoU inilah yang menjadi dasar pelantikan Roy. MoU diteken pada Juli 2017 di masa Panglima TNI Gatot Nurmantyo, dalam rangka pengamanan, survei, pemanfaatan bidang ESDM dan pengembangan sumber daya manusia.
Direktur Imparsial Al Araf mengkritik kebijakan ini. Araf mengatakan prajurit aktif TNI tidak bisa menduduki jabatan di Kementerian ESDM. Sebab, UU TNI hanya membatasi beberapa kementerian dan lembaga negara saja yang bisa ditempati oleh militer.
Ketentuan ini tertuang dalam Pasal 47 ayat 2 UU TNI bahwa prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik nasional, dan Mahkamah Agung.
“Karena itu, penempatan tersebut kurang tepat karena tidak sejalan dengan UU TNI,” kata Al Araf. Ia juga memastikan belum ada aturan lex specialis yang kemudian memungkinkan TNI masuk ke ranah sipil, di luar yang diatur UU TNI. Kalaupun masuk ke kementerian di luar yang diatur oleh UU TNI, maka prajurit tersebut harus pensiun dini dan tidak aktif lagi di TNI.