TEMPO.CO, Jakarta – PT North Sumatera Hydro Energy atau NSHE menjamin adendum dokumen analisis dampak lingkungan atau amdal untuk pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Air atau PLTA Batang Toru tidak akan kebal terhadap persoalan orang utan. Senior Adviser on Environment and Sustainability NSHE Agus Djoko Ismanto memastikan narasi terkait perlindungan orang utan tak akan dilalaikan.
“Di dokumen (amdal) yang baru pasti ditambahkan. KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan meminta kami (melakukan) studi lebih mendalam (terkait amdal),” ujar Agus saat ditemui di kawasan Sudirman, Jakarta Pusat, Ahad, 22 September 2019.
Majalah Tempo edisi 16 Maret 2019 menulis bahwa keberlangsungan hidup orang utan dalam proyek pembangunan PLTA Batang Toru sejatinya tercantum dalam amdal 2014. Namun, dokumen amdal yang terbit setelahnya, yakni pada 2016, tidak mencantumkan soal orang utan itu. Padahal, amdal ini menjadi acuan proyek.
Agus menerangkan, pemegang konsesi PLTA Batang Toru sebenarnya tidak pernah berniat mengancam keberadaan orang utan. Ia mengklaim, tidak termuatnya masalah orang utan dalam amdal yang baru bukan berarti perusahaan menghapus mitigasi terhadap spesies yang dilindungi itu.
“Di amdal yang baru kan yang diadendum pasal tertentu. Yang diandendum hanya lokasi kuori, juga kapasitas (PLTA). Selain soal itu, termasuk soal orang utan, kami masih mengacu amdal 2014,” tuturnya.
Orang utan yang hidup di kawasan Batang Toru telah ditabalkan sebagai orang utan jenis baru, yakni Pongo tapanuliensis, pada 2017. Berdasarkan data Sumatran Orangutan Conservation Programme, terdapat 800 jumlah satwa jenis itu yang saat ini hdup. Dari jumlah tersebut, 300 di antaranya diperkirakan hidup di blok barat Batang Toru. Sisanya memencar di Blok Timur dan Cagar Alam Sibual-Buali.
Agus mengimbuhkan, saat ini perusahaan telah melakukan sejumlah program untuk melindungi keberadaan orang utan di sana. Di antaranya memperketat tim monitoring melalui Smart Patrol atau patroli berbasis teknologi.
“Smart Patrol akan memiliki call center dan petugas maupun relawan dapat melaporkan (kondisi orang utan) secara real time. Setiap kejadian dapat dilaporkan langsung disertai foto atau video,” tuturnya.
PLTA Batang Toru juga merekrut ahli orang utan dan melakukan pengkayaan tanaman pakan di areal koridor. Selain itu, perusahaan akan mendukung rehabilitasi kebun masyrakat yang lahannya terganggu oleh satwa.
“Kemudian, menghubungkan habitat yang terpisah dibangun jembatan perlintasan satwa arboreal,” ucapnya.
Proyek PLTA Batang Toru berada di tiga kecamatan di Tapanuli Selatan. Area itu meliputi Marancar, Sipirok, dan Batang Toru. Proyek PLTA Batang Toru sebelumnya dikukuhkan masuk dalam rencana usaha penyediaan tenaga listrik atau RUPLT pada 2014.
MAJALAH TEMPO