TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Riset Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) Lando Simatupang menilai keputusan Bank Indonesia (BI) memangkas suku bunga acuan sudah tepat. Namun, kebijakan ini diprediksi tak bisa langsung berdampak ke peningkatan pembiayaan.
Efek pemangkasan suku bunga dan relaksasi LTV, sambungnya, bisa tertunda lantaran ada persoalan likuiditas di bank dan ketidakpastian pelaku usaha di sektor riil.
“Transmisi penurunan suku bunga kredit masih perlu waktu. Masih banyak ketidakpastian,” ujarnya, Jumat 20 September 2019.
Rasio LTV merupakan angka perbandingan antara nilai pinjaman yang dapat diberikan oleh bank terhadap nilai agunan berupa properti pada saat pemberian kredit.
Skema LTV/FTV membuat uang muka kredit kendaraan bermotor dan properti turun. Bank Indonesia menyebut uang muka KPR turun 5 persen dan untuk kendaraan bermotor turun 5 persen-10 persen per 2 Desember 2019.
Dia menilai relaksasi rasio loan to value/financial to value (LTV/FTV) sekaligus pemangkasan suku bunga acuan menjadi sentimen positif bagi sektor properti dan otomotif, serta industri manufaktur.
Lando memperkirakan efek paling cepat dari kebijakan ini baru akan dirasakan pada kuartal I/2020. Pasalnya, transmisi penurunan suku bunga kredit masih memerlukan waktu, setidaknya dalam beberapa bulan ke depan.
Ekonom Indef Bhima Yudistira menjelaskan kondisi likuiditas bank yang masih ketat bisa membawa efek negatif dari langkah BI tersebut.
Menurut analisanya, bank akan menjaga likuiditas terlebih dahulu sebelum menyusun rencana peningkatan fungsi intermediasi.
Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk. Jahja Setiaadmadja meyakini relaksasi LTV dapat menggerakkan kredit properti. Namun, hal itu bisa terjadi dengan catatan daya beli masyarakat membaik.
“LTV akan kami sesuaikan dengan profil kredit nasabah, yang penting sudah ada dukungan dari BI, pelaksanaan akan disesuaikan dengan risk appetite masing-masing bank.”