TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Utama Perum Bulog Budi Waseso atau Buwas menyatakan bahwa realisasi penyerapan beras petani hingga akhir tahun ini tidak mencapai target penugasan sebesar 1,8 juta ton. Dari target itu, Bulog baru melakukan realisasi penyerapan beras sekitar 1,1 juta ton.
Hingga akhir tahun, kemampuan Bulog untuk menambah stok hanya sekitar 200.000-300.000 ton atau hanya sebesar 1,3 juta sampai 1,4 juta ton. "Karena musim panennya sudah lewat, kenapa lewat ya bukan kesalahan siapa-siapa," kata Buwas, di sela-sela kegiatan peluncuran Beras Fortifikasi di Kantor Perum Bulog Jakarta, Jumat, 20 September 2019. "Pada saat itu Bulog tidak bisa maksimal menyerap karena tidak ada jaminan bahwa Bulog bisa menyalurkan."
Buwas mengakui bahwa Bulog tidak bisa maksimal melakukan penyerapan beras ketika musim panen. Pasalnya, BUMN sektor pangan tersebut tidak mendapatkan kepastian atau jaminan penyaluran beras.
Dalam menyerap beras petani, Bulog membutuhkan dana pinjaman untuk biaya penyimpanan. Di sisi lain, kualitas beras setiap minggu mengalami penurunan.
Hingga September 2019, Perum Bulog masih memiliki utang atau pinjaman yang diselesaikan sebesar Rp 28 triliun untuk pengadaan sejumlah komoditas, termasuk beras. "Kalau tidak bisa disalurkan, ini kan bebannya ada di Bulog," ujar Buwas.
Buwas menjelaskan, dana yang dipakai Bulog untuk pengadaan sejumlah komoditas termasuk beras adalah dana pinjaman dengan bunga komersial. "Sedangkan ini yang kita simpan adalah pangan, ada batas waktunya," kata dia.
Saat ini Bulog memiliki stok 2,5 juta ton setara beras. Stok itu terdiri dari penyaluran harian berkisar 4.000 ton per hari khusus untuk Operasi Pasar (OP).
Namun meski target serapan beras tidak mencapai target, kata Buwas, Bulog memastikan stok yang ada saat ini masih aman untuk mencukupi di tengah kondisi kemarau, setidaknya sampai akhir tahun. Sesuai penugasan, stok beras yang harus tersedia pada akhir tahun sebesar 1,5 juta ton, atau melebihi stok Bulog saat ini.
ANTARA