TEMPO.CO, Banjarbaru - Rencana pemerintah menghapus Izin Mendirikan Bangunan atau IMB ditengarai salah satunya karena proses pengurusan syarat yang harus dipenuhi pemilik tanah dan bangunan itu bisa makan waktu yang sangat lama.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono menjelaskan, selama ini pihaknya menerima banyak laporan terkait investasi yang bermasalah. "Ada izin yang tumpang tindih, ada juga dalam pelaksanaannya tidak ada kepastian berusaha yang luar biasa rumitnya," ucapnya di Banjarbaru, Jumat, 20 September 2019.
Ia mencontohkan, ada beberapa investor yang akhirnya tak jadi menanamkan modalnya di Indonesia dan kembali ke negara asalnya karena dipersulit mengurus IMB. "Jadi yang rumit itu izin lokasi, izin lingkungan, amdal dan sebagainya. Dua tiga tahun IMB belum keluar, padahal orang bawa duit mau invest di sini," ucapnya.
Susiwijono berharap dengan penghapusan IMB, tak lagi ditemukan kasus-kasus seperti itu di masa mendatang. "Presiden sudah menekankan agar kita tata kembali semuanya."
Dalam membenahi ekosistem investasi, pemerintah tengah mengkaji ulang bidang usaha pada DNI (Daftar Negatif Investasi), simplifikasi perizinan berusaha dan Standar, Prosedur dan Kriteria (NSPK), hingga pengurangan perizinan ekspor dan impor. Hal itu dilakukan karena ada banyak masukan yang menyebutkan kerumitan dalam hal perizinan hingga tumpang tindih aturan di Indonesia kerap menghambat sebuah investasi.
Untuk itu, pemerintah tengah merancang aturan gabungan atau Omnibus Law guna mereformasi perizinan berusaha pada 72 Undang-undang sektor teknis yang dinilai menjadi faktor penghambat investasi. "Jadi, perizinan berusaha harus tunduk ke Omnibus Law. Kami ditargetkan Presiden Jokowi merampungkan aturan ini dalam satu bulan dan finalisasi penggodokannya sudah dimulai satu minggu lalu," kata Susiwijono.
Sepanjang terkait dengan perizinan berusaha, beleid nantinya tunduk ke Omnibus Law, tidak ikut ke 72 Undang-undang yang disebut sebelumnya. "Kalau harus amandemen Undang-undang, bayangin selesainya kapan," ucapnya. "Sehingga kita putuskan ya sudah presiden menyetujui kita membuat Omnibus Law. Hampir semua negara maju seperti Amerika juga melakukan hal serupa."
Omnibus Law nantinya akan mengeyampingkan aturan yang ada, sehingga setiap investasi hanya merujuk pada 'komando' presiden sebagai pemegang kekuasaan tertinggi. Karena dari banyak kasus, kata Susiwijono, misalnya ada menteri bisa berpendapat berbeda dengan presiden dengan alasan menjalankan Undang-Undang.