TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia melonggarkan aturan pembiayaan loan to value atau LTV maupun financing to value kredit properti sebesar 5 persen. Kepala Departemen Kebijakan Makroprudensial Bank Indonesia Juda Agung mengatakan pelonggaran itu membuat pembeli dapat uang muka yang lebih rendah.
"Relaksasi ini diharapkan mampu mendorong angka permintaan sektor properti," kata Juda di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat, 20 September 2019.
Namun, kata dia, aturan itu hanya berlaku untuk pembelian rumah kedua saja. Dengan begitu dia berharap dengan adanya dorongan kebijakan itu mampu mempercepat pertumbuhan sektor properti.
"Untuk kepemilikan rumah pertama tidak diatur. Bank terserah mau LTV-nya berapa. Artinya uang muka terserah bank nasabah harus menyediakan berapa," ujar Juda.
Dengan aturan ini, kata dia, besaran LTV properti disesuaikan sesuai dengan tipe dari properti yang akan dibeli. Menurut dia, properti dapat dibeli mulai dari rumah tipe 21-70 hingga tipe ruko dengan uang muka di kisaran 10 sampai 15 persen.
"Kami berharap relaksasi ini akan lebih efektif dibandingkan dengan yang dilakukan pada tahun lalu," kata Juda.
Hal itu, karena kata dia, relaksasi baru juga diikuti dengan pemangkasan suku bunga acuan atau BI 7 Days Repo Rate. Adapun tahun ini BI sudah memangkas suku bunga acuan sebanyak tiga kali menjadi 5,25 persen.
"Kalau pendapatan lemah, uang muka tinggi tidak bisa. Namun, kalau uang pendapatan sedikit turun dengan uang muka yang diperlonggar, maka sisi demandnya akan naik. Apalagi suku bunga turun, lebih lagi ini," ujar dia.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, kemarin mengatakan kebijakan itu bakal mulai berlaku pada 2 Desember 2019.
Perry mengatakan keputusan itu menyesuaikan non performing loan atau NPL atau kredit macet Perbankan. Menurut dia, hanya perbankan yang memiliki NPL di bawah 5 persen yang bisa menerapkan hal itu. "Sehingga memang masih mendasarkan kepada azas-azas prudensial," ujarnya.