TEMPO.CO, Labuan Bajo – Kementerian Perhubungan tengah mengkaji pembangunan pelabuhan kargo di Labuan Bajo, Manggarai Barat, Nusa Tenggara Timur, untuk lalu-lintas kapal barang. Selama ini, kapal pengangkut kontainer masih bersandar di pelabuhan penumpang.
“Frekuensi (kapal) terlalu tinggi di Labuan Bajo. Luas pelabuhan pun terbatas. Kalau ada kapal kargo pengangkut kontainer, (lalu-lintas) pelabuhan macet,” ujar Direktur Jenderal Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan Agus Purnomo di Pelabuhan Labuan Bajo, Jumat, 20 September 2019.
Selain itu, Agus mengatakan adanya kapal kargo yang bersandar di pelabuhan penumpang membuat kawasan tampak kumuh. Kondisi ini acap membuat penumpang, khususnya wisatawan, tidak nyaman. Karena itu, untuk meningkatkan kenyamanan pelancong, ia menyebut lokasi pelabuhan kargo dan pelabuhan penumpang perlu dipisah.
Proyek konstruksi pelabuhan kapal kargo dimulai pada 2020. Ia memastikan Kementerian Perhubungan telah mengalokasikan anggaran pembangunan dalam RAPBN tahun depan.
Adapun saat ini pihaknya masih menggelar kajian untuk menentukan lokasi konstruksi. Kementerian Perhubungan telah menggandeng konsultan untuk menyiapkan studi kelayakan pembangunan.
Idealnya, menurut Agus, pelabuhan kargo dibangun di lahan dengan luas sekitar 5 hektare. Luas itu dua kali lebih besar ketimbang pelabuhan penumpang saat ini yang luasnya hanya 2 hektare.
Kendati begitu, Kementerian Perhubungan belum menghitung besaran biaya investasi untuk membangun pelabuhan. Kebutuhan anggaran seluruhnya akan diketahui bila kajian pembangunan pelabuhan kelar. Ia menargetkan kajian ini selesai pada Oktober 2019.
Adapun pemerintah memang berencana menggarap pariwisata Labuan Bajo. Dalam rencana anggaran pendapatan dan belanja negara atau RAPBN 2020, Kemenhub mendapat tambahan anggaran untuk Labuan Bajo sebesar Rp 207,6 miliar menjadi Rp 500,3 miliar.