TEMPO.CO, Jakarta - Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyampaikan sejumlah tuntutan kepada pemerintahan Jokowi, demi meningkatkan daya saing Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT). Salah satu tuntutan yang disampaikan adalah perlunya Undang-Undang (UU) Sandang, yang khusus mengatur dunia pertekstilan di Tanah Air.
“Pangan dan rumah saja kan ada Undang-Undangnya,” kata Ketua Umum API Ade Sudrajat dalam konferensi pers di Graha Surveyor Indonesia, Jakarta Selatan, Kamis, 19 September 2019. Tuntutan tersebut telah disampaikan saat API bertemu Presiden Joko Widodo atau Jokowi di Istana Merdeka, Jakarta Pusat, Senin, 16 September 2019.
Menurut Ade, UU Sandang ini diperlukan demi melindungi produk dalam negeri. Sebab, API melihat peluang pasar di dalam negeri dan luar negeri saat ini masih cukup besar. Namun yang terjadi, produk impor tekstil semakin menggempur pasar Tanah Air. Sementara, pertumbuhan ekspor hanya satu digit, kalah dari Vietnam dan Bangladesh yang mencapai dua digit.
Dari catatan API, ekspor produk tekstil dan garmen pada 2018 mencapai US$ 13,22 miliar, tumbuh 5,4 persen dari 2017 yang mencapai US$ 12,54 miliar. Sementara dalam periode yang sama, impor tumbuh 13,8 persen, dari US$ 8,8 miliar pada 2017 menjadi US$ 10,02 miliar pada 2018. Sementara pada Januari hingga Juli 2019, ekspor mencapai US$ 7,69 miliar, turun 0,6 persen dari tahun lalu.
Tuntutan ini tak hanya disampaikan oleh API, tapi juga oleh Ikatan Ahli Tekstil Indonesia (Ikatsi). Ketua Ikatsi Suharno Rusdi mengatakan, komposisi impor yang cukup besar membuat pertumbuhan industri tekstil terpuruk dan sulit bersaing di dalam maupun di luar negeri.
Rusdi menyebutkan, dalam 10 tahun terakhir pertumbuhan ekspor kurang dari 3 persen, sedangkan pertumbuhan impor mencapai lebih dari 20 persen secara tahunan. "UU ini kelak mengatur tidak hanya impor TPT dan sejenisnya, tetapi juga mengatur bermacam insentif dan aturan lainnya agar pengembangan industri TPT dilakukan secara berkelanjutan," kata dia, 25 Maret 2019 lalu.
Dalam pertemuan silam, Jokowi mengakui ekspor tekstil dan produk tekstil Indonesia di triwulan II 2019 mengalami penurunan 0,6 persen dari periode yang sama di 2018. Hal ini, kata dia, tak terlepas dari tingginya biaya produksi lokal, fasilitas dan kebijakan dagang berpihak pada impor. "Dan kurangnya perencanaan jangka panjang yang berdampak pada minimnya investasi," kata Jokowi.
FAJAR PEBRIANTO