Berdasarkan catatan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), pertumbuhan kredit hingga Juli 2019 sebesar 9,92 persen secara tahunan, atau turun dari bulan sebelumnya yang mencapai 10,75 persen.
Menurut Jahja, permintaan kredit belum bergairah karena pelemahan permintaan yang terjadi akibat perlambatan perekonomian global tahun ini. “Pelaku sektor riil penjualannya nggak naik, jadi nggak perlu nambah modal kerja, kapasitas mereka juga masih cukup sehingga nggak perlu investasi baru, jadi kalau nggak perlu buat apa mereka nambah kredit walau bunganya murah,” ujarnya.
Wakil Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Shinta mengatakan pelaku usaha membutuhkan suku bunga yang realistis terhadap pelemahan ekonomi global dan nasional. “Jadi jelas kami berharap bunga pinjaman ikut turun agar kegiatan usaha terpacu dan tidak stagnan,” ujarnya.
Ihwal besaran penurunannya, Shinta mengatakan tingkat bunga diharapkan dapat bersaing dengan negara-negara lain di ASEAN, yang rata-rata berada di bawah 5 persen. “Selama biaya pinjaman riil di Indonesia masih lebih tinggi dari kawasan, pelaku usaha akan terus memiliki kecenderungan untuk meminjam modal dari luar negeri dari pada di dalam negeri.”