TEMPO.CO, Jakarta - Bank Indonesia diyakini akan melanjutkan pelonggaran kebijakan moneternya, dengan menurunkan kembali suku bunga acuan 7 Days Reverse Repo Rate. Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk Josua Pardede memprediksi bank sentral akan memangkas tingkat bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,25 persen dalam hasil rapat dewan gubernur yang akan diumumkan hari ini.
“Sebab di saat bersamaan penurunan ini dibutuhkan untuk mempertahankan momentum pertumbuhan ekonomi domestik di tengah tren perlambatan ekonomi global dan bahkan potensi resesi di beberapa negara maju dan berkembang,” ujar dia kepada Tempo, Rabu 18 September 2019.
Josua menuturkan keyakinan penurunan itu diperkuat oleh kondisi terkini perekonomian domestik yang cukup stabil, khususnya perkembangan laju inflasi dan nilai tukar rupiah. Tingkat inflasi pada Agustus 2019 tercatat sebesar 3,49 persen, atau masih dalam jangkauan target sasaran inflasi pemerintah hingga akhir tahun ini yaitu 3,5 plus minus 1 persen. Kurs rupiah sebulan terakhir juga menunjukkan penurunan volatilitas, dari 7,6 persen menjadi 6,4 persen.
“Rupiah secara rata-rata menguat sekitar 1 persen ke level Rp 14.100 per US$ sepanjang September ini.” Adapun kemarin kurs rupiah menguat 0,25 persen di pasar spot ke level Rp 14.055 per US$, sedangkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga ditutup menguat 0,64 persen ke level 6.276.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah menuturkan terdapat sejumlah sentimen global yang membayangi keputusan bunga acuan bulan ini. Di antaranya adalah babak baru perseteruan dagang antara Cina dan Amerika Serikat hingga situasi geopolitik di Timur Tengah yang memanas pasca serangan ledakan di kilang minyak Aramco, Arab Saudi., akhir pekan lalu.
Terlebih, pelaku pasar keuangan global ragu, Bank Sentral AS (The Fed) akan kembali memangkas bunga acuannya dalam rapat yang juga akan diumumkan hari ini.
“Meski demikian arah kebijakan bank sentral global yang jelas semakin dovish dengan menurunkan bunga dan melonggarkan likuiditas akan menjadi dasar pertimbangan BI untuk menurunkan bunga,” ucap Piter. Sejumlah bank sentral negara-negara di dunia memang tercatat aktif memangkas bunga acuannya dalam tiga bulan terakhir.
Terbaru, Uni Eropa menurunkan bunga acuannya hingga minus 0,05 persen dan menerapkan kebijakan quantitative easing pada pekan lalu. “Hal ini yang membuat BI tidak akan khawatir jika bunga acuan turun lagi, karena aliran modal akan tetap masuk ke Indonesia, mengingat selisih imbal hasil (yield) kita masih menarik,” katanya.
Ekspektasi penurunan bunga acuan juga disampaikan kalangan perbankan. Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja berujar hal itu dibutuhkan untuk menjadi pemacu pertumbuhan kredit. Sebab, kinerja penyaluran kredit perbankan saat ini masih lemah bahkan menunjukkan perlambatan.