TEMPO.CO, Jakarta - Meski telah memberikan sejumlah insentif, pertumbuhan industri properti selama beberapa tahun terakhir belum menggembirakan. Karena itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengharapkan kemajuan pertumbuhan industri ini pada sisa tahun ini.
Sri Mulyani menuturkan, selama empat tahun terakhir, pertumbuhan industri properti dan realestat selalu lebih kecil dibandingkan dengan pertumbuhan PDB Indonesia. Pada 2017, industri properti mencatat pertumbuhan sebesar 3,66 persen dibandingkan dengan pertumbuhan PDB 5,07 persen. Pada 2018, pertumbuhan sektor properti melorot jadi 3,58 persen, sementara pertumbuhan PDB naik jadi 5,17 persen.
"Padahal, pemerintah telah memberikan sejumlah insentif demi menggairahkan industri properti," kata Sri Mulyani dalam Rapat Koordinasi Nasional Bidang Properti Kamar Dagang dan Industri Indonesia 2019 di Jakarta pada Rabu 18 September 2019.
Salah satu insentif yang diberikan, kata Sri Mulyani, adalah dengan menaikkan batasan nilai hunian mewah yang dikenakan PPh dan PPnBM, dari awalnya memiliki nilai batasan awal jual Rp5 miliar-Rp10 miliar menjadi Rp30 miliar.
"Kami sudah bertemu dengan para pengusaha yang meminta ini diubah. Tarif PPh pasal 22 untuk hunian mewah juga sudah dioangkas dari 5 persen menjadi 1 persen. Tetapi, selama ini masih belum terlihat pertumbuhannya," kata Sri Mulyani.
Insentif lain yang diberikan pemerintah adalah menaikkan Batasan Tidak Kena PPN Rumah Sederhana sesuai wilayah. Yang mendapat insentif ini adalah hunian Rumah Susun Sederhana Milik yang perolehannya dibiayai melalui kredit atau pembiayaan bersubsidi yang memenuhi ketentuan pada PP No. 81/2015 dan PMK No. 269 serta PMK No. 10 tahun 2015.
"Saya meminta kepada pengusaha di bidang ini untuk selalu bersikap positif dan memanfaatkan insentif-insentif yang telah kami keluarkan. Industri properti ini dapat mempengaruhi bidang lain secara signifikan. Saya harap sudah ada perubahan pada kuartal III tahun ini atau semester I tahun depan," tutur Sri Mulyani.