TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Bambang Brodjonegoro mengatakan salah satu sumber pendanaan untuk pemindahan ke ibu kota baru adalah kerjasama aset milik negara di DKI Jakarta kepada pihak swasta. "Paling cepat penawaran ke swasta dilakukan tahun depan karena kami harus menyiapkan dulu masterplan dari ibu kota baru," ujar dia di Hotel Intercontinental Pondok Indah, Jakarta, Rabu, 18 September 2019.
Bambang mengatakan berdasarkan penghitungan Kementerian Keuangan, potensi aset milik negara di Jakarta nilainya mencapai lebih dari Rp 1.100 triliun. Apabila dikaitkan dengan pembangunan di ibu kota baru, ada separuh dari nilai tersebut yang bisa dikerjasamakan dengan swasta.
Menurut Bambang tidak semua aset milik negara di Jakarta bisa dikerjasamakan dengan swasta. Aset seperti sekolah hingga rumah sakit masih tetap menjadi fasilitas publik di Jakarta. "Jadi nanti yang bisa dikerjasamakan itu lebih ke kantor atau rumah dinas yang nantinya akan ditinggalkan ketika ibu kota pindah."
Adapun skema kerja sama yang digunakan adalah menggunakan Peraturan Pemerintah mengenai Pengelolaan Barang Milik Negara. Ia memprediksi dua skema yang paling mungkin menarik bagi swasta adalah pembangunan guna serah ataupun pembangunan yang bersifat pemanfaatan dengan durasi waktu 30 tahun sesuai aturan yang ada.
Guna meminimalkan duit negara dalam pembangunan di ibu kota baru, Bambang meminta dunia usaha mempelajari skema Kerjasama Pemerintah- Badan Usaha. Ia mengatakan pembangunan di ibu kota baru adalah kesempatan investasi di tengah resesi global.
Baca Juga:
"Paling logis KPBU (kerja sama pemerintah dan badan usaha) adalah perusahaan properti, karena paling banyak yang akan dibangun adalah properti. Saya bayangkan apartemen nanti dipegang swasta, dia bangun konsesi 20 tahun," tutur Bambang. Ia mengatakan paket kerjasama beserta insentif akan ditawarkan kepada pengembang ketika pemerintah sudah siap.