TEMPO.CO, Jakarta - Gabungan Lembaga Swadaya Masyarakat atau LSM atas nama Koalisi Organisasi Masyarakat Sipil (KORMAS) mendesak Pertamina membuka data lengkap atas kegagalan operasional atau kebocoran di sumur YYA- 1 hingga menyebabkan tumpahan minyak di perairan Karawang, Jawa Barat.
Pertamina diminta untuk jujur dan segera membuka informasi mengenai kondisi sumur-sumur lainnya dan kelayakan operasional yang dijalankan Pertamina Hulu Energi di Blok Offshore North West Java atau ONWJ.
Aktivis Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional Bagus mengatakan telah melayangkan dua kali surat permohonan agar Pertamina membuka data sumur YYA-l secara lengkap.
"Surat pertama telah kami sampaikan pada 7 Agustus 2019, hanya saja pada 20 Agustus lalu PT Pertamina menyatakan tidak menguasai informasi yang dimintakan, untuk itu melayangkan kembali permohonan informasi yang kedua termasuk kepada PHE pada 30 Agustus 2019, tapi sampai saat ini belum ada jawaban tertulis yang kami terima," kata Bagus di Kantor Walhi Eksekutif Nasional, Jakarta Selatan, Rabu, 18 September 2019.
Menurut Bagus, permohonan informasi tersebut dilakukan dengan mekanisme Pasal 22 Undang-undang nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik.
Adapun isi dalam KORMAS terdiri dari Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Nasional, Forum Komunikasi DAS Citarum (ForkadasC+), Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi), Greenpeace, dan Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA).
Aktivis ForkadasC+ Yuda mengatakan untuk mengungkap dari penyebab utama petaka bocornya sumur itu dimulai dengan mengaudit Pertamina. Pasalnya, dampak dari tumpahan minyak sumur YYA-1 milik PHE ini luas sekali.
"Sebanyak 10.271 ribu warga pesisir di tiga provinsi termasuk nelayan dinyatakan terdampak, serta 54.670 hektare laut Karawang dan sekitar 77.713 pohon bakau di zona pasang surut saat ini tercemar," katanya.
Dengan adanya audit itu, Yuda menuturkan sebagai langkah untuk ungkap kasus ini dengan jelas dan terbuka. "Untuk mengaudit Pertamina semua pihak termasuk masyarakat sipil tentunya membutuhkan data yang diminta agar proses audit dapat berlangsung dengan benderang dan juga terbuka. Jadi kita tidak mau, mulai dari nol. Pemerintah harus berani mulai dengan mengaudit Pertamina," ungkapnya.
Kemudian Juru Kampanye Greenpeace Arifsyah Nasution menjelaskan, ada langkah ragu dari Pertamina dalam menindak lanjuti kebocoran minyak di pantai utara. Karena dia menduga ada penghilangan atau penyembunyian fakta penting dari akar masalah dan penyebab utama dari petaka migas, yang akan melibatkan jajaran pejabat perusahaan energi tersebut.
"Jadi kita lihat ada keraguan dari Pertamina dan perusahaan terkait seperti SKK Migas yang memang tidak ingin membuka (data)," ujarnya.