TEMPO.CO, Jakarta - PT Pertamina (Persero) menyatakan siap memberikan penjelasan kepada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester I/2019 (IHPS I tahun 2019) yang menyatakan belum efektifnya penyaluran elpiji.
Vice President Corporate Communication Pertamina Fajriyah Usman mengatakan, perseroan siap memberikan penjelasan kepada BPK terkait penyaluran ataupun ketahanan pasokan LPG nasional. Menurutnya, ketahanan jumlah harinya bervariasi atau tergantung besaran permintaan.
"Maksudnya gini, misalnya pada Ramadan kami upayakan memenuhi fasilitas sehingga ketahanannya bisa lebih lama. Realisasi penyaluran dan permintaan juga berbeda [dari perencanaan] karena peningkatan demand terus terjadi," katanya ketika dihubungi Bisnis, Rabu 18 September 2019.
Dalam laporannya, BPK menyinggung sarana dan fasilitas eksisting milik Pertamina yang belum sepenuhnya memadai untuk meng-cover kapasitas stok elpiji nasional dan ketahanan stok LPG nasional harian.
Jumlah sarana dan fasilitas penyimpanan elpiji Pertamina, baik di darat maupun floating storage, hanya dapat menampung 52,37 persen dari kapasitas penyimpanan LPG nasional. Selain itu, perhitungan ketahanan stok harian LPG nasional masih di bawah ketentuan Kementerian ESDM, yaitu 11 hari.
Adapun terkait temuan pengalokasian elpiji public service obligation (PSO) pada periode 2017 kepada lembaga penyalur yang tidak sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan pemerintah, Fajriyah mengakui memang perlu pembatasan. Dia menyatakan melebarnya kuota akibat pertumbuhan kebutuhan atau penyimpangan penggunaan.
"Kalau di BBM kan BPH Migas melakukan pembatasan setelah melihat bahwa ada potensi pembengkakan kuota. Sebenarnya hal itu bisa dilakukan," ujar Fajriyah.
Dalam IHPS I BPK tahun 2019, disebutkan Pertamina Marketing Operation Region (MOR) II, III, IV,VI, dan VII memberikan alokasi kepada lembaga penyalur melebihi alokasi elpiji yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM. Sedangkan Pertamina MOR I dan V memberikan alokasi kepada lembaga penyalur lebih kecil dari yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
BISNIS