TEMPO.CO, Jakarta - Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Illegal Fishing atau Satgas 115 memantau modus baru illegal fishing, yaitu pembuatan kapal penangkap ikan oleh asing di dalam negeri. Praktek ini muncul dalam dua tahun terakhir sejak asing dilarang menangkap ikan di perairan Indonesia.
“Ini dalam tahap melakukan due diligence (penyelidikan atas kinerja suatu perusahaan atau investasi) untuk melihat apakah ini punya lokal atau asing saat mereka ajukan izin,” kata Koordinator Staf Khusus Satgas 115, Mas Achmad Santosa alias Ota, saat ditemui usai acara Rapat Koordinasi Nasional Satgas 115 di Gedung Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), Jakarta Pusat, Selasa, 17 September 2019.
Modus baru ini semula disampaikan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti di acara yang sama. Menurut Susi, terjadi pembangunan kapal-kapal baru dengan ukuran dan jumlah yang besar sangat masif. Bahkan beberapa di antaranya dilengkapi dengan alat tangkap trawl yang dilarang. Praktik ini ditemukan di Sibolga dan Kuala Tanjung di Sumatera Utara), Lampung, Batam, Selat Malaka, dan Pantai Utara atau Pantura Jawa.
Ota menambahkan, pihak asing tersebut diduga kuat masuk ke perusahaan nasional yang akan dijadikan sebagai boneka. Lalu, mereka membuat kapal tanpa rekomendasi dari KKP. Di lapangan, kata dia, banyak pembuatan kapal dilakukan tanpa mengantongi rekomendasi KKP. “Padahal itu ada pidananya,” kata dia.
Terlebih, pemerintah saat ini telah menutup total investasi asing untuk penangkapan ikan. Ketentuan ini tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 44 Tahun 2016 tentang Daftar Bidang Usaha yang Tertutup dan Bidang Usaha yang terbuka dengan Persyaratan di Bidang Penanaman Modal.
Salah satu poin yang diatur yaitu mengenai bidang usaha perikanan tangkap dengan menggunakan kapal penangkap ikan di wilayah perairan Indonesia dan laut lepas. Dalam Perpres tersebut, penanaman modal di bidang usaha ini hanya diperbolehkan dengan syarat modal dalam negeri 100 persen dan izin khusus dari Kementerian Kelautan dan Perikanan mengenai alokasi sumber daya ikan dan titik koordinat daerah penangkapan ikan.
Untuk itu, kata Ota, Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan dan Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, KKP, gencar mensosialisasikan kepada para pembuat kapal ini bahwa praktik yang mereka lakukan bisa berujung pidana. Sebab, banyak sekali pembuatan kapal dilakukan tanpa rekomendasi dari KKP. “Ini soal rekomendasi kapal,” kata dia.