TEMPO.CO, Jakarta - Dunia wisata dan pengusaha jasa angkutan barang mewaspadai dampak kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan di Sumatera dan Kalimantan. Juru Bicara Kementerian Pariwisata, Guntur Sakti, mengatakan kinerja pelancongan di wilayah terdampak kian lumpuh bila kebakaran berlangsung lebih lama.
"Kami masih menghitung efeknya di tujuh provinsi. Kerugian bisa dari berbagai parameter," ucapnya kepada Tempo, Selasa 17 September 2019.
Salah satu yang ditelisik, kata Guntur, ada kerugian akibat pengurangan jumlah kunjungan wisatawan asing ke Sumatera dan Kalimantan. Jumlah pengeluaran turis dari setiap perjalanan merupakan sumber devisa untuk negara. "Kami cek ke dinas wisata berapa spending wisatawan asing per arrival, seberapa loss sejak ada gangguan asap ini?" katanya.
Kerugian lain, kata Guntur, dihitung lewat entitas ekonomi yang minim beroperasi karena parahnya kabut, seperti destinasi wisata, hotel serta restoran. Wakil Ketua Umum Badan Pimpinan Pusat Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia, Maulana Yusran, mengatakan okupansi perhotelan di Riau sudah anjlok 30-40 persen.
"Belum termasuk dari beberapa provinsi di Kalimantan," ucapnya. "Tak hanya wisata, hotel pun sepi karena volume perjalanan bisnis dan dinas pegawai sipil menurun."
Ketua Umum Asosiasi Logistik Indonesia, Zaldy Ilham Masita, berharap bencana asap tak berlangsung lama. Untuk jangka pendek, kata dia, para pengusaha sudah menolak kiriman logistik lewat udara ke Sumatera dan Kalimantan. "Diantisipasi dengan tak mengambil order atau mengirim lewat jalur darat."
Dia membenarkan saat kebakaran hutan pada 2015, kerugian total entitas logistik bisa mencapai Rp 50 miliar akibat tambahan biaya angkut dan klaim konsumen yang harus dibayar. "Belum juga biaya inventory atau penyimpanan, sekarang sudah teratasi."