TEMPO.CO, Jakarta - Ombudsman mengevaluasi kesiapan pemberlakuan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) pada 17 Oktober mendatang. Anggota Ombudsman Ahmad Suaedy menuturkan monitoring kesiapan UU JPH tersebut sudah dilakukan pada Agustus dan September lalu.
Undang-undang tersebut nantinya dinaungi Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). “Kami melihat dengan pendekya waktu yang tersisa, ada beberapa hal yang harus disiapkan secara maraton. Kami melihat masih ada sejumlah kelemahan,” ujar Ahmad di kantornya, Selasa 17 September 2019.
Salah satu kesiapan yang disoroti Ombudsman adalah soal pelayanan masyarakat yang tidak dilakukan secara regional. Dalam ketentuan tersebut, BPJPH pelayanan secara regional lewat perwakilan di Kantor Wilayah Kemenag.
Namun, system tersebut hingga saat ini dinilai belum berjalan efektif. Selain itu, Ahmad menuturkan belum ada aturan yang rinci tentang proses dan kode etik serta audit masing-masing lembaga terkait.
Ahmad menuturkan belum ada sosialisasi kepada masyarakat luas. BPJPH juga dinilai belum memiliki skema yang jelas tentang pembiayaan, skema harga, hingga belum adanya struktur organisasi BPJPH yang jelas.
“Meski demikian kami akan pantau sepekan sebelum pemberlakuan. Kami akan sampaikan apa yang belum siap. Kami akan focus pada pelayanan publik dan keterjangkauan,” ujar Ahmad.
Direktur Eksekutif Indonesia Halal Watch (IHW) Ikhsan Abdullah menilai ketidaksiapan instrumen berpotensi memberikan dampak negatif berupa ketidakpastian dan akuntabilitas BPJPH. Ikhsan juga mencatat hingga saat ini masih banyak instrumen yang belum terpenuhi, seperti Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), auditor halal, laboratorium halal, tarif, sistem pendaftaran, jaminan kepastian waktu proses, dan lainnya.
Selain kelengkapan instrument, Ikhsan menilai BPJPH juga wajib menjalani Sertifikasi oleh Badan Sertifikasi Nasional yang berstandar Internasional seperti Komite Akreditasi Nasional (KAN). “BPJPH juga wajib melakukan uji publik untuk semua sistem yang akan diterapkan kepada dunia usaha dan industri agar tidak terjadi trial and error,” ujar Ikhsan.