TEMPO.CO, Jakarta - Badan Pemeriksa Keuangan menyoroti efektivitas kegiatan penerimaan, penyimpanan dan penyaluran elpiji untuk tahun 2017 dan semester I 2018 oleh PT Pertamina (Persero). "Kesimpulannya, belum sepenuhnya efektif," ujar Ketua BPK Moermahadi Soerja DjanegaraMoermahadi saat menyampaikan laporan Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (lHPS) I Tahun 2019 dalam rapat paripurna di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa, 17 September 2019.
Menurut Moermahadi, berdasarkan laporan IHPS I 2019, PT Pertamina (Persero) disebut telah melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan efektivitas kegiatan penerimaan, penyimpanan, dan penyaluran elpiji untuk mendukung ketersediaan kebutuhan energi bagi masyarakat. Upaya tersebut antara lain melalui master program, yaitu merencanakan penerimaan, penyimpanan dan penyaluran elpiji nasional dengan mempertimbangkan estimasi permintaan elpiji dan perhitungan target ketahanan stok elpiji nasional.
Di samping itu, Pertamina juga telah memiliki pedoman dan tata kerja mengenai penerimaan, penyimpanan dan penyaluran elpiji. Hal ini antara lain dilakukan mengatur penerimaan menggunakan kapal tanker, pelaksanaan physical check di depot/terminal, penyaluran menggunakan tabung, dan penyaluran elpiji konsinyasi menggunakan skid tank.
Selain itu, fungsi Pertamina sebagai penata gas domestik telah melakukan penataan keagenan elpiji non- Public Service Obligation (PSO) sebagai bagian dari strategi penjualan elpiji non-PSO. Berbagai langkah dilakukan seperti menetapkan target penjualan minimum agen non-PSO baru dan memberlakukan kembali target penjualan minimum Bright Gas sebagai salah satu syarat pemenuhan target Agen non-PSO.
Meskipun demikian, BPK menyimpulkan bahwa kegiatan penerimaan, penyimpanan dan penyaluran LPG oleh PT Pertamina (Persero) tahun 2017 sampai dengan semester I tahun 2018 belum sepenuhnya efektif. Ketidakefektifan itu antara lain karena sarana dan fasilitas eksisting milik PT Pertamina (Persero) belum sepenuhnya memadai untuk meng-cover kapasitas stok elpiji nasional dan ketahanan stok LPG nasional harian.
Jumlah sarana dan fasilitas penyimpanan elpiji, baik di darat maupun mengapung perseroan hanya dapat mencakup 52,37 persen dari kapasitas penyimpanan elpiji nasional. Sedangkan perhitungan ketahanan stok harian elpiji nasional masih di bawah ketentuan Kementerian ESDM, yaitu 11 hari.
Di samping itu, laporan BPK tersebut juga mengungkap penerimaan elpiji ke terminal elpiji tidak sesuai dengan rencana. Hasil pemeriksaan juga menunjukan bahwa terminal-terminal elpiji tidak semuanya menerima elpiji karena keterlambatan kedatangan kapal. Kondisi tersebut dipengaruhi oleh adanya kapal yang rusak, waiting jetty, dan cuaca buruk.
Pengalokasian elpiji PSO pada periode tahun 2017 kepada lembaga penyalur juga disebut tidak sesuai dengan kuota yang telah ditetapkan pemerintah. Marketing Pertamina Operation Region (MOR) II, III, IV, VI, dan VII memberikan alokasi kepada lembaga penyalur melebihi alokasi yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM, sedangkan MOR I dan V memberikan alokasi kepada lembaga penyalur lebih kecil dari yang ditetapkan oleh Kementerian ESDM.
Adapun target persebaran kanal distribusi elpiji PSO dan non-PSO pun masih belum terpenuhi. Distribusi LPG PSO di Pulau Jawa, Madura, dan Bali masih terdapat 33 kabupaten/kota di 4 provinsi yang belum memenuhi target 90 persen satu pangkalan per kelurahan. Sementara itu, di luar Pulau Jawa, Madura dan Bali masih terdapat 91 kabupaten/kota di 20 provinsi yang belum memenuhi target 100 persen satu pangkalan per kecamatan. Wilayah yang memiliki demand elpiji non-PSO juga belum semua didukung kanal distribusi yang memadai.
CAESAR AKBAR