TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan serangan kilang minyak Saudi Aramco merupakan peristiwa baru kali ini terjadi. Serangan ini berdampak kepada terpangkasnya lebih dari setengah total produksi minyak Saudi.
"Kalau kita lihat sisi minyak, ini suatu preseden yang belum pernah terjadi, ini pasti menimbulkan apa yang disebut dampak vulnerabilities dari munculnya serangan tersebut," ujar Sri Mulyani di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin, 16 September 2019.
Sri Mulyani mengatakan dampak itu timbul bila melihat dari jumlah pasokan minyak dari Arab Saudi ke seluruh dunia. "Apalagi dengan adanya 50 persen itu di-cut atau terpaksa berhenti," ujar dia. Ia menilai perlunya melihat kejelasan seberapa cepat Aramco bisa kembali normal, dan seberapa banyak negara yang suplai minyaknya bisa dipenuhi dari cadangan yang sekarang ada.
Hal tersebut, menurut Sri Mulyani, perlu diperhatikan lantaran pemerintah dalam menjalankan dan mengelola perekonomian kerap muncul banyak faktor yang menimbulkan ketidakpastian, misalnya geopolitik, politik, serta ketidakpastian yang berasal dari kebijakan pemerintah.
Harga minyak global diprediksi akan meningkat tajam setelah serangan dua kilang produksi minyak Arab Saudi pada Sabtu lalu. Penyerangan ini mengakibatkan terpangkasnya produksi minyak Saudi lebih dari setengahnya, berdasarkan perkiraan pengamat energi.
Aliansi Iran, Kelompok Houthi, yang berperang melawan koalisi pemimpin Saudi di Yaman, mengklaim bertanggung jawab atas 'operasi skala besar melibatkan 10 pesawat nirawak' tersebut yang menyerang kilang Abqaiq dan Khurais, dua fasilitas produksi minyak yang dikelola perusaan milik kerajaan Saudi, Aramco.
"Setiap serangan terhadap Arab Saudi tentu saja bertujuan untuk mengguncang pasar minyak karena mereka saat ini memegang mayoritas pasokan minyak mentah," ujar Bernadette Johnson, wakil presiden intelijen pemasaran sebuah konsultan energi Enverus. Dia menambahkan, pemangkasan produksi akan berlangsung lama, "Kita akan melihat melonjaknya harga hingga kondisi kilang normal."
Belakangan, Penghentian produksi menyebabkan eksportir minyak terbesar di dunia ini memangkas produksi minyak dan gas sebanyak 5,7 juta barel minyak dan 2 miliar kaki kubik gas per hari. "Kilang Abqaiq mungkin adalah fasilitas paling krusial bagi pasokan minyak dunia," terang Jason Bordoff, pendiri Pusat Kebijakan Energi Global Universitas Columbia, New York.
Namun International Energy Agency (IEA) atau Badan Energi Internasional, yang berbasis di Paris, mengutarakan dampak pemangkasan produksi terbilang kecil, yakni 5 persen dari pasokan minyak dunia.
CAESAR AKBAR | DW