Besaran BMTP, menurut dia, akan disesuaikan dengan segala bentuk temuan dan bukti di lapangan beserta perhitungan bea masuk yang rasional. "Kalau kita asal-asalan mengenakan BMTP, maka kita bisa menyalahi aturan WTO dan digugat negara lain." Jika seluruh kelengkapan dokumen pendukung penerapan BMTP telah diberikan oleh API, tindak pengamanan perdagangan tersebut dapat dilakukan pada tahun ini.
Ketua Umum API Ade Sudrajat menjanjikan seluruh kelengkapan dokumen penerapan BMTP akan diserahkan kepada KPPI pekan ini. “Kami punya usulan berapa besaran BMTP yang ideal. Namun kalau besaran BMTP yang kami usulkan rupanya tidak sesuai hasil pemeriksaan, kita tidak bisa mengganggu gugat,” katanya
Sebelumnya, Ade mengatakan besaran bea masuk yang diusulkan oleh API untuk serat sebesar 2,5 persen, benang 5 persen, kain 7 persen dan garmen 15 - 18 persen. Menurut dia, usulan bea masuk yang bertingkat itu disesuaikan dengan kondisi industri tekstil Indonesia, yang kebutuhan bahan bakunya masih perlu diimpor.
Sementara itu, Ketua Umum Ikatan Ahli Tekstil Seluruh Indonesia (Ikatsi) Suharno Rusdi mengatakan, besaran BMTP itu tidak akan berpengaruh banyak dan membantu industri TPT nasional kembali sehat. “Perbedaan harga antara kain lokal dengan kain impor di tingkat konsumen saat ini rata-rata hanya 15 persen sampai 20 persen," ucapnya.
Di tingkat pengecer, beda harga kain lokal berkisar 30 - 40 persen, tetapi harga asli di gudang importir perbedaannya bisa 60 persen. "Karena di sana kami melihat ada praktik dumping, under invoice hingga under declare volume,” ujar Rusdi dalam siaran pers, Ahad, 15 September 2019.
Untuk itu, dia mengusulkan agar besaran BMTP yang diberlakukan untuk produk kain di sebesar 80 persen, benang 60 persen, dan garmen di atas 100 persen. Selain itu, dia juga meminta pemerintah segera mengambil tindakan menghentikan impor sementara dengan tidak memberikan izin untuk impor dan mengeluarkan tekstil dan produk tekstil dengan kode HS 50-63 dari seluruh pusat logistik berikat (PLB).
BISNIS