TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Perhubungan tengah menertibkan alur pelayaran, sistem rute, dan tata cara berlalu lintas kapal di berbagai pelabuhan kecil. Direktur Kenavigasian Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, Basar Antonius, mengatakan pedoman alur labuh diperlukan untuk penindakan kapal yang bergerak di luar ketentuan.
"Alurnya sudah dilalui, tapi belum legal sehingga masih liar tanpa law enforcement," ucapnya kepada Tempo, Ahad 15 September 2019.
Tanpa merincikan lokasi, Antonius menyebut terdapat 40 pelabuhan kecil, termasuk kelas pengumpan yang belum memiliki ketetapan alur keluar masuk kapal. Lokasinya menyebar di 25 kawasan operasi dinas kenavigasian (disnav) di seluruh Indonesia. Terbagi berdasarkan fasilitas dan luasan pengawasan, kementerian membawahi 11 disnav kelas I, tujuh disnav kelas II, dan sisanya kelas III.
"Rata-rata ada dua (pelabuhan) di setiap disnav yang harus diatur," tuturnya. "Penetapannya dengan keputusan menteri (kepmen), kami harus siapkan draft dulu."
Meski berbeda secara teknis, penertiban jalur labuh tersebut sejalan dengan rencana kementerian meningkatkan keselamatan pelayaran melalui sistem identifikasi kapal (automatic identification system/AIS) pada kapal dengan spesifikasi tertentu. Penggunaan AIS membuat nahkoda mengetahui posisi kapal sekitarnya, baik di laut lepas maupun menjelang labuh. Perekam data alat tersebut pun mempermudah penyelamatan dan investigasi kecelakaan kapal.
Peningkatan aspek keselamatan tersebut menyusul rentetan insiden pelayaran. Di luar persoalan manifes, alur kapal pun berpengaruh. Antonius membenarkan pelabuhan singgah tol laut di daerah pun turut disoroti. "Tentu semua jenis, tapi pelabuhan utama tentu sudah legal alurnya."
Sekretaris Jenderal Kementerian Perhubungan, Djoko Sasono, sebelumnya memastikan trayek dan persinggahan program tol laut terus dikembangkan. Enam rute tol laut yang disubsidi sejak November 2015 kini berkembang menjadi 18 rute, terbagi atas 4 hub dan 14 sub rute.