TEMPO.CO, Jakarta -Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan membagi pengalamannya bersama mantan presiden Indonesia ketiga Bacharuddin Jusuf Habibie, yang baru saja berpulang pada Rabu 11 September 2019 lalu. Luhut menceritakan momen-momen ketika ia ditunjuk Habibie menjadi Duta Besar Indonesia untuk Singapura pada tahun 1999.
“Saya perhatikan wajah Pak B.J. Habibie di tempat tidur di RSPAD Gatot Soebroto ketika menengoknya untuk terakhir kali pada Rabu lalu. Ingatan saya melayang jauh ke belakang,” kata Luhut membuka kisahnya, lewat akun Facebook, pada Jumat, 13 September 2019.
Kala itu, tahun 1999, Luhut bercerita seorang utusan dikirimkan untuk menemui dirinya yang sedang berada di Bandung, bertugas sebagai Komandan Komando Pendidikan dan Latihan (Kodiklat) TNI Angkatan Darat.Utusan tersebut memberi tahu bahwa Habibie akan menunjuk Luhut sebagai Duta Besar Indonesia untuk Singapura. “Saya terkejut dan menjawab, bahwa saya harus mendengar sendiri penunjukan itu dari Presiden pribadi,” kata dia.
Akhirnya, Luhut dipanggil ke Jakarta untuk menghadap Presiden. Dengan disaksikan oleh Panglima ABRI Jenderal TNI Wiranto, kata Luhut, Habibie ingin mempercayakan dirinya menjadi Dubes untuk Singapura. “Saya jawab, terima kasih pak atas kepercayaan itu., tapi saya ingin kepastian, apakah ini penugasan atau penawaran?” Luhut bercerita.
Mendengar jawaban itu, Luhut menyebut Habibie terdiam. “Mungkin beliau tidak paham maksud saya. Lalu saya teruskan lagi, bila ini penugasan, saya sebagai prajurit TNI akan menjalankan perintah tersebut dengan sebaik-baiknya; tetapi bila ditawarkan dengan segala hormat saya menolaknya. Bila diizinkan, saya lebih berbahagia tetap di TNI hingga pensiun,” kata dia.
Pak Habibie langsung mengerti dan kemudian menoleh ke Wiranto, “Pak Wiranto ini penugasan ya pak!” kata Luhut menirukan ucapan Habibie. Saat itu, kata Luhut, Wiranto terlihat ragu-ragu, tapi akhirnya setuju bahwa menjadi Dubes adalah penugasan sebagai anggota TNI aktif. Sehingga, Luhut pun memberi hormat ke Habibie dan menyatakan siap menjalankan penugasan itu. “Saya kagum bahwa seorang Presiden mau mendengar pendapat seorang anggota TNI seperti saya,” kenang Luhut.
Selesai dilantik menjadi duta besar, Luhut dipanggil oleh Habibie dan diberi arahan bahwa dirinya harus bisa memperbaiki hubungan antara Indonesia dan Singapura yang sempat mendingin.Sebab saat itu Habibie pernah menyebut Singapura sebagai a little red dot lantaran Singapura lantaran negara itu tidak membantu Indonesia yang tengah didera krisis ekonomi.
Sehingga saat itu, kata Luhut, dirinya mulai membangun kepercayaan dari para pejabat Singapura dari tingkat Perdana Menteri, yang waktu itu dipegang oleh Goh Chok Tong, hingga pejabat Kementerian Luar Negeri Singapura. Luhut lalu berjanji akan melakukan semua hal yang bisa Ia lakukan menyangkut kepentingan Singapura di Indonesia.
Suatu hari, kata Luhut, ia mendapat kabar dari pejabat Singapura bahwa terjadi kerusuhan di sebuah perusahaan Singapura di Bintan, Kepulauan Riau. Tanpa membuang waktu, kata Luhut Ia langsung meminta Singapura menyediakan sebuah pesawat helikopter yang menerbangkan dirinya langsung ke Bintan.
Di sana, Luhut bertemu dengan pimpinan buruh yang mogok dan aparat keamanan setempat sehingga persoalan tuntas. “Sore hari saya langsung pulang kembali ke Singapura,” kata dia.
Saat itulah, kata Luhut, para pejabat Singapura memberi penghargaan kepada dirinya karena bisa memenuhi janji yang pernah ia sampaikan. “Mereka tidak tahu bahwa saking buru-burunya, saya pergi dan pulang tanpa bawa paspor, padahal itu sudah ke luar negeri,” kenang Luhut.
FAJAR PEBRIANTO