TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Bea Cukai, Kementerian Keuangan, Heru Pambudi, mengatakan salah satu tujuan kenaikan cukai rokok yaitu untuk mengurangi konsumsi rokok di kalangan anak-anak. Kementerian, kata dia, menyadari sudah ada gejala peningkatan konsumsi rokok di kalangan anak-anak di Indonesia.
Namun, Heru belum menyampaikan berapa besar kenaikan tersebut. “Statistiknya sudah ada, nanti akan disiarkan press release bahwa prevalensi merokoknya meningkat,” kata Heru saat ditemui di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Sabtu, 14 September 2019.
Menurut dia, keberadaan cukai rokok ini akan mampu mengurangi konsumsi rokok di tingkat masyarakat. Sebab dalam catatan Bea Cukai selama 10 tahun terakhir, jumlah konsumsi rokok mengalami tren penurunan 1,2 persen setiap tahunnya seiring dengan kenaikan cukai terhadap produk ini.
Pada Jumat, 13 September 2019, pemerintah memutuskan menaikkan tarif cukai hasil tembakau (CHT) atau cukai rokok mulai 1 Januari 2020. "Kita memutuskan kenaikan cukai rokok ditetapkan sebesar 23 persen," kata Sri Mulyani di Kompleks Istana Kepresidenan Jakarta.Selain cukai, pemerintah mengatur harga jual eceran (HJE) rokok. Kenaikan harga jual eceran rokok ditetapkan sebesar 35 persen.
Selain mengurangi konsumsi rokok, Sri Mulyani menjelaskan kebijakan ini bertujuan untuk mengatur industri rokok, dan menjaga penerimaan negara. Melalui kenaikan tarif cukai rokok, Sri Mulyani memperkirakan penerimaan negara pada 2020 sebesar Rp 173 triliun.
Data kenaikan perokok anak, terutama di usia 10 hingga 18 tahun, ini telah dirilis Kementerian Kesehatan sejak November 2018. Menurut Kemenkes, prevalensi merokok terus meningkat dari 7,2 persen (Riset Kesehatan Dasar 2013), 8,8 persen (Survei Indikator Kesehatan Nasional 2016) dan 9,1 persen (Riskesdas 2018).
Ketua Junior Doctors Network of Indonesia, Andi Khomeini Takdir Haruni mengatakan para dokter dan tenaga kesehatan yang bekerja di rumah sakit melihat sendiri dampak prevalensi perokok anak yang tinggi di Indonesia.
"Kami di rumah sakit yang merasakan. Semakin banyak anak yang terkena infeksi saluran pernapasan akut, asma, dan kanker," kata Andi kepada Antara, 11 September 2019. Andi yakin angka tersebut hanya fenomena gunung es yang hanya terlihat puncaknya saja, tetapi yang lebih besar tidak terlihat.
FAJAR PEBRIANTO