TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Ombudsman Dadan Suharmawijaya mengatakan rencana kenaikan tarif iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial atau BPJS Kesehatan bisa dimaklumi. Sebab, sejak awal memang harusnya ada kenaikan tarif secara bertahap.
"Makanya tadi kita bisa memaklumi, ini ada kesalahan di awal, kan dari awal sudah punya (usulan kenaikan tarif dari DJSN) enggak pernah diikuti, tiba-tiba ketika angkanya di ujung ini terasa kok menjadi sangat besar, akhirnya digenjot saat ini, ini kan kesalahan awal yang tidak gradual kenaikannya," ujar Dadan di Kantor Ombudsman, Jakarta, Kamis, 12 September 2019.
Dadan mengatakan kenaikan tarif iuran itu pun dapat dimaklumi karena didukung data dan latar belakang yang jelas. Karena itu, ia mendukung adanya kenaikan tarif iuran, namun hanya untuk kategori penerima bantuan iuran alias PBI saja. "Karena itu dibayar oleh pemerintah, baik Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah," ujar Dadan.
Sementara, untuk tarif iuran penerima bantuan upah serta peserta iuran mandiri sebaiknya dinaikkan bertahap atau gradual. Serta, kenaikannya juga mesti melibatkan aspirasi dan partisipasi. Dengan demikian, kenaikan bisa dirasakan perlahan dan tidak terasa mendadak.
"Sembari menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan rumah dahulu, agar orang rela untuk membayar karena sudah merasakan manfaatnya," kata Dadan. "Kalau itu belum diselesaikan akan agak berat untuk menaikkan dan kenaikannya bisa diterima secara sukarela."
Sebelumnya, Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo memastikan premi iuran untuk peserta mandiri BPJS Kesehatan kelas I dan II bakal naik mulai 1 Januari 2020. Ia mengatakan kebijakan tersebut akan diatur dalam peraturan presiden atau perpres.
“Kami akan sosialisasikan dulu kepada masyarakat,” ujarnya saat ditemui seusai menggelar rapat dengan Komisi IX dan XI DPR di kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin, 2 September 2019.
Mardiasmo menjelaskan, besaran kenaikan iuran kelas I dan II sesuai dengan yang diusulkan Menteri Keuangan Sri Mulyani. Sebelumnya, Sri Mulyani meminta iuran kelas I naik dari Rp 80 ribu menjadi Rp 160 ribu. Sedangkan iuran kelas II naik dari Rp 51 ribu menjadi Rp 110 ribu.
Adapun kenaikan iuran peserta mandiri kelas III masih ditangguhkan lantaran rencana itu ditolak oleh DPR. DPR meminta kenaikan iuran ditunda sampai pemerintah melakukan pembenahan data atau data cleansing bagi peserta penerima jaminan kesehatan nasional atau JKN.
Sesuai hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan 2018, saat ini masih ada 10.654.539 peserta JKN yang bermasalah. DPR khawatir ada masyarakat miskin yang masih terdaftar sebagai peserta mandiri JKN kelas III.
CAESAR AKBAR | FRANCISCA CHRISTY