TEMPO.CO, Jakarta - Wakil Presiden Jusuf Kalla (JK) mengungkapkan bahwa pemerintah mendorong pengesahan Rancangan Undang-Undang atau RUU Pertanahan pada bulan ini. "Iya ingin secepatnya, kan sudah lama masalah ini. Karena kalau ditunda lagi bisa-bisa kembali lagi jadi nol lagi," kata JK di Kantor Wakil Presiden, Jakarta, Kamis, 12 September 2019.
Jusuf Kalla memastikan pemerintah telah mengakomodir kepentingan semua pihak. Sebab, pemerintah sudah beberapa kali mengadakan rapat dan pertemuan. Dengan disahkannya RUU Pertanahan ini, JK berharap mempermudah masyarakat dan investor untuk menyelesaikan masalah yang berkaitan dengan pertanahan.
"Kita jalani atau selesaikan undang-undang yang mempermudah masing-masing di bidang pertanahan tersebut," ujar JK.
Beleid pertanahan ini merupakan rancangan undang-undang inisiatif DPR. RUU Pertanahan tersebut telah diusulkan dan masuk program legislasi DPR sejak 7 tahun lalu, tepatnya pada 2012. DPR periode 2014-2019 pun menargetkan pengesahannya pada 24 September 2019.
Namun, sejumlah kalangan masyarakat mendesak DPR dan pemerintah menunda rencana pengesahan RUU tersebut. Sebab, susunan aturan yang dirancang dinilai belum menjawab masalah agraria.
Salah satunya nampak dari kebijakan terkait Hak Guna Usaha (HGU). Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria Dewi Kartika menyebutkan pemodal skala besar mendapatkan prioritas penguasaan lahan lantaran boleh menguasai HGU hingga maksimal 90 tahun. Perusahaan dapat mengajukan HGU selama 35 tahun lalu diperpanjang kembali selama 20 tahun. Dalam aturan yang berlaku saat ini, HGU diberikan selama 35 tahun dan hanya dapat diperpanjang paling lama 25 tahun.
Dewi juga mencatat RUU Pertanahan ini memberikan pemutihan bagi pelanggar penguasaan tanah yang melebihi HGU serta penguasaan atas tanah tanpa HGU. "Bukannya menarik HGU atau menindak pelanggaran, pemerintah justru memberi impunitas atas pemutihan dengan pajak progresif," katanya.
FRISKI RIANA