Tak hanya bersifat musiman, penurunan jumlah penumpang pesawat berpotensi terjadi di tengah sentimen negatif di industri penerbangan. Enam bulan terakhir, misalnya, jumlah pengguna moda udara terus anjlok seiring dengan lonjakan harga tiket. (Koran Tempo edisi 18 Juni 2019, “Penumpang Hengkang”.)
Dioperasikan pada 2014, Lion Parcel terus mencatatkan pertumbuhan volume layanan. Pada masa awal memulai bisnis logistik, Lion hanya mengirim paket ratusan kilogram per tahun. Kini, lima tahun berselang, pengiriman barang Lion tumbuh sepuluh kali lipat dengan pertambahan volume 5.000 ton per tahun.
“Tahun ini kami targetkan 25 juta kilogram, sedangkan dua tahun lalu volume pengiriman logistik sudah mencapai 10 juta kilogram,” kata Chief Commercial Officer PT Lion Express, Victor Ary Subekti, pada pertengahan Juli 2019 lalu. Saat ini, perseroan melayani angkutan kargo ke 87.200 destinasi.
Pesaingnya, PT Garuda Indonesia Persero Tbk, tak kalah agresif mengejar pertumbuhan kargo udara. Maskapai pelat merah itu malah telah mendatangkan empat unit pesawat khusus angkutan barang atau freighter ke Tanah Air.
Direktur Kargo dan Pengembangan Usaha Garuda Indonesia, Mohammad Iqbal, mengatakan entitasnya juga bersiap menyasar area remote atau terluar via unmanned aerial vehicle (UVA). Pesawat nirawak maskapai ini digadang-gadang akan mengangkut komoditas ikan dan hasil laut di daerah potensial untuk kepentingan ekspor dengan muatan 2,2 ton.
Uji coba pengangkutan barang dengan moda UAV ini akan digelar pada akhir tahun ini dengan target operasional penuh pada 2020. “Untuk tahap pertama Garuda Indonesia uji cobakan tiga unit pesawat, sedangkan hingga 2024 akan didatangkan 100 unit,” kata Iqbal.
BISNIS | FRANSISCA CHRISTY ROSANA