TEMPO.CO Jakarta - Peneliti Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Boedi Rheza menemukan tiga permasalahan dalam implementasi Sistem Pelayanan Perizinan Terintegrasi Berbasis Elektronik atau Online Singe Submission (OSS).
"Dalam studi dilakukan dari Mei sampai Juli 2019 oleh kami ditemukan beberapa kondisi saya rasa cukup menghambat di level pusat dan daerah yaitu regulasi, sistem, dan tata laksana," kata Boedi dalam diskusi media di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, Rabu, 11 September 2019.
Aspek regulasi di pusat, Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria atau NSPK sektoral yang idealnya menjadi petunjuk teknis pelayanan izin, kata dia, tidak secara jelas menerjemahkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 tahun 2018 tentang OSS ke dalam prosedur yang mudah diikuti oleh semua wilayah.
Dia mencontohkan, untuk mendapatkan Izin Usaha Industri (IUI), pelaku usaha diharuskan mendaftar lagi ke aplikasi. Padahal aturan tersebut sudah jelas tidak mempersyaratkan hal itu. Implikasinya terjadi berbagai macam variasi pada SOP pelayanan izin di berbagai daerah.
Selain NSPK, kesalahan OSS juga tergambar dalam persoalan disharmoni PP 24 Tahun 2018 dengan UU Nomor 15 Tahun 2017 tentang Penanaman Modal dan UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah.