TEMPO.CO, Jakarta - Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat bersama dengan Kementerian Keuangan menggelar rapat untuk membahas postur anggaran belanja pemerintah pusat atau Kementerian/Lembaga. Dalam postur anggaran tersebut, salah satu yang disepakati adalah adanya pos anggaran baru bernama 'Pemenuhan Belanja Mendesak.'
Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan Askolani mengatakan pagu anggaran pos belanja baru tersebut dialokasikan sebesar Rp 21,7 triliun pada 2020. Total alokasi tersebut rencananya dibagikan kepada empat lembaga yakni Kementerian Pertahanan, Polri, Badan Intelejen Negara (BIN) dan Kejaksaan.
"Polisi itu untuk sarana dan prasarana dan untuk mendukung tugas, ada untuk intelijen itu IT juga sangat dibutuhkan, apalagi teknologi cepat berkembang, kalau di TNI itu alutsista," kata Askolani kepada wartawan di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Jakarta Selatan, Selasa 10 Septermber 2019.
Askolani menjelaskan, pos anggaran 'Pemenuhan Belanja Mendesak' telah dialokasikan dalam pembahasan sebelumnya. Pos tersebut merupakan dana gabungan yang sebelumnya telah dialokasikan pada dua pos yakni pada masing-masing pagu anggaran kementerian terkait dan pos kebutuhan mendesak.
Dari total postur anggaran Rp 21,7 triliun tersebut, jika dirinci Polri bakal mendapat alokasi paling besar senilai Rp 13,8 triliun. Kemudian disusul alokasi milik Kementerian Pertahanan yang terbagi dalam Rp 1,5 triliun untuk TNI AD, TNI AU senilai Rp 700 miliar, Mabes TNI senilai Rp 200 miliar, dan lingkungan Kementerian Pertahanan Rp 875 miliar.
Selanjutnya, belanja mendesak lain terbesar ketiga bakal diperoleh Badan Intelejen Negara yang dialokasikan sebesar Rp 4,3 triliun. Sedangkan, alokasi untuk pos belanja mendesak Kejaksaan mencapai Rp 275 miliar.
Meski ada pos belanja baru, Askolani memastikan bahwa penggunaan dana tersebut akan memenuhi lima kriteria utama. Pertama, bahwa setiap program harus bisa diukur dan memiliki output dan outcome. Kedua, program sudah diusulkan dan disetujui secara tertulis dalam rapat kerja dengan komisi terkait.
Ketiga, program harus sejalan dengan Rencana Kerja Pemerintah. Keempat, pelaksanaan program harus dilakukan secara efektif dan efisien. Terakhir, program penggunaan dana ini harus memenuhi prinsip akuntabilitas dan tata kelola pemerintahan.