TEMPO.CO, Jakarta - Plt Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) atau PLN, Sripeni Inten Cahyani mengakui perusahaannya sempat mengesampingkan urusan publikasi dan komunikasi ke masyarakat saat terjadinya peristiwa blackout atau pemadaman massal pada Minggu, 4 Agustus 2019. Menurut Sripeni, pegawai PLN saat itu terlalu fokus pada upaya teknis perbaikan.
“Akibatnya, ada informasi yang terlambat diterima di masyarakat dan ini menimbulkan chaos,” kata Sripeni dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi Energi DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Selasa, 10 September 2019.
Baca Juga:
Sebelumnya, peristiwa blackout terjadi di Banten, Jakarta, dan Jawa Barat. Awalnya, PLN awalnya menyampaikan penyebab blackout adalah gangguan pada gas turbin 1 sampai 6 si Suralaya, Cilegon, Banten. Belakangan, PLN meralat pernyataan tersebut dan menyebut penyebab blackout adalah pohon sengon yang melebihi batas ambang aman kabel transmisi SUTET 500 kV di Ungaran- Pemalang, Jawa Tengah.
Empat hari kemudian, anggota Ombudsman RI Alvin Lee mengkritik komunikasi publik PLN pada waktu terjadinya blackout sehingga masyarakat tidak mendapatkan informasi yang akurat, lengkap dan cepat terkait peristiwa tersebut. "Kami soroti lemahnya komunikasi publik PLN memberikan informasi yang lengkap dan akurat dana cepat kepada masyarakat, sangat lambat dan kurang baik pengelolaannya," kata Alvin Lie di Gedung Ombudsman RI, Jakarta Selatan, Kamis. 8 Agustus 2019.
Sripeni berjanji melakukan perbaikan mulai dari kinerja juru bicara dan tata kelola publikasi di perusahaannya. Ia juga berjanji memperbaiki konten publikasi yang diterbitkan PLN. “Setiap minggu, kami juga diwajibkan memberi laporan ke Kementerian BUMN, kementerian teknis, dan komisaris dari sisi perseroan,” kata dia.
Sripeni akan memperbaiki layanan dari call center PLN 123. “Kami mohon maaf, nanti kami gak cuma akan sediakan call center, tapi juga hotline,” kata dia.