Padahal, pemerintah telah melarang adanya berbagai gangguan di sekitar pembangkit atau transmisi listrik seperti SUTET. Larangan itu tercantum dalam Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Nomor 2 Tahun 2019 tentang Ruang Bebas dan Jarak Bebas Minimum pada Saluran Udara Tegangan Tinggi (SUTT), Saluran Udara Tegangan Ekstra Tinggi (SUTET), dan Saluran Udara Tegangan TInggi Arus Searah untuk Penyaluran Tenaga Listrik (SUTTAS).
Dalam rapat ini, Sripeni pun mengadu kepada anggota dewan bahwa tak jarang, petugas PLN menerima berbagai kendala dan intimidasi saat ingin membersihkan lahan di bawah SUTET. Padahal, pembersihan ini dilakukan dengan memberi sejumlah kompensasi kepada warga yang terdampak. “Bahkan, pernah anak-anak kami di-BAP karena dianggap mengganggu aset masyarakat setempat,” kata dia.
Untuk itu, aparat militer dan intelijen pun dilibatkan karena PLN tak ingin lagi gangguan-gangguan luar seperti pohon di bawah SUTET itu terjadi kembali. Total, kata Sripeni, terdapat 5.000 kilometer panjang lahan di Jawa Bali yang akan dibersihkan dari berbagai bentuk gangguan. “Kami ingin meminimalkan sekali gangguan itu, zero tolerance,” kata dia.
Persoalan area di kawasan SUTET ini sebelumnya pernah mencuat beberapa hari setelah pemadaman listrik massal. Pada 10 Agustus 2019, sekelompok orang yang menamakan diri Ikatan Keluarga Korban SUTET (IKKS) se-Jawa Barat mengadakan konferensi pers di daerah Kemang Utara, Jakarta Selatan. Mereka mengaku sebagai korban dari pembangunan sutet 500 kV oleh PLN.
"Kami warga korban SUTET yang tinggal dan memiliki tanah secara sah yang dilintasi transmisi 500 kV yang mereka dirikan dan operasikan berpuluh tahun sampai hari ini belum pernah mendapatkan ganti rugi yang layak sesuai Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1985 tentang Ketenagalistrikan," kata Sekretaris Jenderal IKKS se-Jawa Barat, Encep Nik Affandi.
"Sejak dibangun dari 1995, belum ada ganti rugi sama sekali," kata Sekretaris Jenderal IKKS se-Jawa Barat, Encep Nik Affandi, dalam konferensi pers di Jakarta, Sabtu, 10 Agustus 2019. Namun, IKKS belum merinci berapa banyak besaran ganti rugi yang harus dibayarkan oleh PLN.
Ganti rugi tak hanya untuk tanah yang digunakan PLN tanpa kompensasi untuk warga. Lebih jauh, IKKS juga meminta ganti rugi kepada PLN atas berbagai dampak yang diderita warga selama 20 tahun lebih hidup di sekitar SUTET. Selama itu, warga merasakan beberapa ledakan dari jaringan PLN, rumah dan televisi rusak, hingga beberapa penyakit seperti sakit kepala hingga Leukimia.
FAJAR PEBRIANTO