Pasalnya, berdasarkan aturan Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) tentang Hukum Laut (UNCLOS) pasal 74 ayat 3, negara bersengketa harus melakukan provisional arrangement (perjanjian sementara) terkait wilayah yang masih disengketakan atau terdapat saling klaim (overlapping) sebelum adanya kesepakatan bersifat tetap.
Dengan adanya perjanjian sementara tersebut, maka negara bersengketa dilarang melakukan berbagai upaya yang merusak proses perdamaian atau dengan kata lain, tidak seharusnya kapal pengawas Vietnam berada di wilayah sengketa tersebut. Hal tersebut berlaku bagi kedua negara yang bersengketa.
Selain menempatkan kapal pengawasnya di wilayah sengketa, Satgas 115 juga mencatat bahwa salah satu kapal pengawas Vietnam sempat menerobos masuk melewati batas landas kontinen Indonesia. Padahal, pada 2003 lalu, pemerintah kedua negara telah bersepakat terkait batas landas kontinental ini.
Dalam kesempatan yang sama Koordinator Staf Ahli Satgas 115 Mas Achmad Santosa atau yang akrab disapa Ota menyebutkan klaim Vietnam di Laut Natuna Utara tersebut sebenarnya tidak sesuai dengan aturan dalam UNCLOS. Sebab, klaim Vietnam atas sebagian wilayah laut Natuna Utara yang beririsan dengan wilayah Indonesia tersebut dibuat dengan cara penghitungan yang salah.
Menurut Ota, Vietnam menerapkan sistem perhitungan jarak ZEE berdasarkan aturan yang seharusnya berlaku bagi negara kepulauan, yakni ZEE dihitung sejauh 200 mil laut dari garis pantai pulau terluar. Padahal, Vietnam bukanlah negara kepulauan.
Oleh karena itu, berdasarkan aturan UNCLOS, ZEE Indonesia dan Vietnam seharusnya tidak bersinggungan, apalagi tumpang tindih (overlapping). Satgas berpendapat, perhitungan ZEE Vietnam dihitung cara mereka menarik garis sampai menentukan ZEE mereka sampai dengan landas kontinen mereka. "Kita termasuk negara yang patuh dalam menarik straight base line kita. Cara menghitung kan ada ukuran UNCLOS."
BISNIS