TEMPO.CO, Jakarta - Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir mengakui bahwa insentif fiskal bukanlah satu-satunya instrumen yang bisa membuat Indonesia ramah investor.
Oleh karena itu, pemerintah tengah membenahi berbagai persoalan mulai dari pembebasan lahan, infrastruktur, penyederhanaan, percepatan perizinan di pusat maupun daerah, hingga sumber daya manusia yang berkualitas.
"Makanya ini kita benahi dengan mengajukan omnibus law yakni mencabut pasal-pasal dari semua undang-undang yang menghambat percepatan perizinan," kata Iskandar seperti dilansir Bisnis.com, Senin 9 September 2019.
Dua omnibus law ini untuk mengejar kekalahan Indonesia dalam memperebutkan investor. Dua omnibus law yakni terkait dengan perizinan yang akan memangkas rantai regulasi dan satunya lagi terkait dengan ketentuan dan fasilitas perpajakan. Untuk yang terakhir, pemerintah telah berulangkali memaparkannya ke publik.
Iskandar menjelaskan bahwa saat ini omnibus law terus dibahas dan tengah dalam proses harmonisasi antara kementerian. "Omnibus law itu topiknya tentu perizinan usaha yang didalamnya termasuk investasi," tegasnya.
Seperti diketahui, penggunaan kebijakan omnibus law berkali-kali dilontarkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution. Konsep ini memang tidak pernah dilakukan sebelumnya di Indonesia, sehingga merupakan satu terobosan pemerintah saat ini yang akan diambil. Namun, praktik kebijakan ini pernah dilakukan disejumlah negara seperti Amerika Serikat.
Adapun Presiden Joko Widodo Widodo menyatakan pertumbuhan ekonomi global sedang melambat dan kemungkinan terjadinya resesi makin besar. Jokowi berharap perlambatan pertumbuhan ekonomi global serta dampak dari resesi itu bisa dihindarkan oleh Indonesia. Menurutnya, jalan yang paling cepat untuk mengantisipasi kemungkinan resesi itu adalah penanaman modal investor asing (FDI).