TEMPO.CO, Jakarta – Peneliti Institute for Development of Economics and Finance atau Indef, Rizal Taufikurohman, menyarankan pemerintah Indonesia segera mengambil kebijakan fiskal untuk mengantisipasi buntut resesi global yang diperkirakan terjadi pada 2021. Kebijakan tersebut akan berpengaruh terhadap kinerja fiskal mendatang.
“Kebijakan fiskal seyogyanya akan memperbaiki kinerja fiskal,” ujar Rizal dalam diskusi online Indef, Ahad, 8 September 2019.
Rizal mengatakan setidaknya ada empat kebijakan fiskal yang penting untuk menyelamatkan perekonomian dari gejolak ekonomi global. Pertama, meningkatkan penanaman modal luar negeri yang disesuaikan dengan kebutuhan.
Penanaman modal asing ini akan membantu pemerintah mendorong produktivitas dari sisi hilir, utamanya untuk menjamin pasokan industri manufaktur, baik untuk pasar domestik maupun luar negeri. Adapun kebijakan tersebut juga berkontribusi menekan current account deficit atau CAD.
Kebijakan fiskal kedua adalah mendorong perbaikan produksi agregat dengan pengembangan infrastruktur dasar. Misalnya mengoptimalkan pembangkit listrik, membangun jalan raya bebas hambatan, hingga bandara.
Ketiga ialah memperbaiki iklim investasi domestik melalui pembenahan regulasi. “Pemerintah mesti menginventarisasi regulasi-regulasi atau aturan-aturan yang menghambat dan memperlambat terhadap kemudahan berinvestasi,” ujarnya.
Keempat atau terakhir, pemerintah disarankan memberikan kemudahan fiskal bagi investor, khususnya di sektor manufaktur. Misalnya dengan menurunkan tarif pajak penghasilan atau PPh badan.
Ancaman resesi global ini sebelumnya menjadi perhatian firma konsultan global, McKinsey & Co. Resesi global dikhawatirkan bakal memukul kondisi perekonomian Asia hingga terjadi krisis seperti yang pernah berlangsung pada 1997.
Laporan McKinsey & Co menyatakan ada tiga kondisi fundamental yang mengalami tekanan di negara-negara Asia. Pertama, di sektor riil, perusahaan-perusahaan di kawasan ini dalam kondisi yang sulit untuk memenuhi kewajiban utang mereka. Di Australia dan Korea Selatan, utang-utang ini telah menumpuk ke level yang cukup tinggi.
Kedua, sistem keuangan di Asia menunjukkan kerentanan, terutama di negara-negara berkembang. Mereka sangat bergantung kepada perbankan dan lembaga-lembaga shadow banking untuk memperoleh pinjaman. Ketiga, arus modal yang terus masuk ke kawasan Asia telah menciptakan porsi yang lebih besar pada moda dari luar.
FRANCISCA CHRISTY ROSANA | FAJAR PEBRIANTO