TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Jenderal Perkeretaapian, Kementerian Perhubungan, Zulfikri mengakui mayoritas dari perlintasan sebidang pada jalur kereta api tidak dijaga. Akibatnya, korban jiwa terus berjatuhan akibat ditabrak oleh kereta yang melintas.
“Tentunya masalah perlintasan sebidang ini jadi perhatian kami,” kata dia dalam acara Focus Group Discussion atau FGD oleh PT Kereta Api Indonesia (Persero) atau PT KAI di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Jumat, 6 September 2019.
Dari catatan Kemenhub, terdapat 5.238 perlintasan kereta api di seluruh tanah air. Dari jumlah ini, 39 persen atau 2.046 merupakan perlintasan sebidang yang sama sekali tidak ada penjagaan. Sementara, hanya 1.238 atau 23 persen perlintasan saja yang dijaga. Lalu, 1.570 atau 29 persen adalah perlintasan liar. Sisanya merupakan perlintasan tak sebidang.
Akibat kondisi ini, Kemenhub pun mencatat perlintasan sebidang yang jumlahnya mencapai ribuan di seluruh tanah air telah menyebabkan korban luka maupun jiwa yang tidak sedikit. Tahun 2018, terjadi 395 kecelakaan dengan korban luka dan meninggal sampai 245 orang. Tahun 2019, terjadi 260 kecelakaan dengan korban sampai 76 jiwa meninggal dunia.
Menurut Zulfikri, kecelakaan juga terjadi karena jumlah lintasan kereta yang dibangun oleh pemerintah semakin banyak. Hingga pertengahan 2019, Kemenhub sudah membangun 989 kilometer spoor (km'sp) jalur kereta api (KA) dari target 1.349,70 km'sp atau 73 persen. Selain lintasan yang semakin banyak, Zulfikri menyebut jumlah perjalan kereta pun juga semakin banyak.
Ketua Komite Nasional Keselamatan Transportasi atau KNKT Soerjanto Tjahjono mengungkapkan bahwa kecelakaan tak hanya terjadi karena perlintasan sebidang tak dijaga. KNKT juga menemukan adanya faktor human error dalam insiden demi insiden ini. Salah satunya pada insiden kecelakaan antara truk crane dan KA Inspeksi Sindoro di Sidoarjo, Jawa Timur tahun 2014.
Kecelakaan terjadi karena KA Inspeksi Sindoro dan truk melintas saat pintu tidak tertutup. Walhasil, dua orang meninggal dunia dan empat luka-luka. Dari temuan KNKT, ternyata penjaga pintu pos perlintasan meninggalkan pos penjagaan untuk membeli kopi. “Jadi meski pendelgasian perlintasan sebidang ini ada di Pemerintah Daerah, tapi pembinaan dan pengawasan tetap ada di Kemenhub,” kata dia.
Ketua Komisi Perhubungan DPR dari fraksi Partai Golkar, Fary Djemi Francis, meminta persoalan ini diselesaikan segera oleh pemerintah. Menurut dia, pemerintah bisa melakukan sejumlah cara, misalnya dengan membangun lebih banyak fly over atau mengalihkan kendaraan ke jalur alternatif. “Saya juga minta Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat agar menganggarkan ini di tahun depan,” kata dia.